PIKIRAN RAKYAT - Selama pandemi COVID-19 melanda seluruh dunia, Tiongkok justru meningkatkan kekuatan militernya di perairan Laut China Selatan yang mengalami sengketa.
Pada akhir Desember 2019 hingga Januari 2020, Tiongkok menggunakan kapal penjaga pantai (China Coast Guard) dengan mengitari perairan Natuna, Kepulauan Riau, hal ini memicu ketegangan hubungan Indonesia dan Tiongkok. Aktivitas mereka terpantau berada di Zona Ekonomi Eklusif Indonesia, berdasarkan konvensi United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS).
Sebagaimana diberitakan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya, pemerintah Tiongkok sebenarnya mengakui kedaulatan Indonesia atas perairan Natuna, tetapi Kementerian Luar Negeri Tiongkok menggambarkan perairan sengketa itu sebagai 'daerah penangkapan ikan tradisonal' negaranya.
Baca Juga: Honda Bakal Lahirkan Monkey Terbaru dengan Tipe Matik
Selain wilayah Laut China Selatan, pada 16 Maret 2020, sepuluh kapal Tiongkok tampak memasuki perairan wilayah teritorial Taiwan dan menabrak kapal penjaga pantai Taiwan, serta juga terlibat dengan angkatan laut Jepang.
![PETA yang menunjukkan wilayah Laut China Selatan/ CSIS Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI).*](https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:0x0/x/photo/2020/05/07/2204724748.jpeg)
Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Wionews, pada 2 April 2020, kapal nelayan Vietnam tenggelam setelah ditabrak penjaga pantai Tiongkok. Delapan nelayan ditangkap dan ditahan. Tiongkok beralasan penangkapan itu sebagai ancaman kepentingan Laut China Selatan.
Baca Juga: 14 Pasien Positif Covid-19 Klaster Gowa Akan Dipulangkan, Ratusan Warga dan Kades Protes
Kemudian pada 15 April 2020, Tiongkok mengerahkan kapal survei Haiyang Dizi 8 untuk beroperasi di dekat pengeboran milik perusahan minyak Malaysia, Petronas.