kievskiy.org

3 Tahun Pemberlakuan UU Keamanan Nasional, Sekolah di Hong Kong Dilanda Krisis Siswa dan Guru

Suasana kelas di salah satu sekolah di Hong Kong.
Suasana kelas di salah satu sekolah di Hong Kong. /Reuters/Tyrone Siu

PIKIRAN RAKYAT – Sistem pendidikan Hong Kong tengah dilanda krisis pascapemberlakuan UU Keamanan Nasional 3 tahun lalu. Dalam 2 tahun terakhir, ada lebih dari 64.000 siswa dari level taman kanak-kanak hingga sekolah menengah keluar dari sekolah-sekolah lokal. Pengajar dan orangtua mengatakan, pendidikan patriotik dan tekanan akademik yang berat menjadi pendorong keputusan tersebut.

Dilansir dari The Guardian, pada tahun akademik 2021-2022, lebih dari 33.600 siswa atau 4 persen populasi pelajar berhenti bersekolah. Angka ini meningkat 10 persen dari tahun sebelumnya. Media lokal Hong Kong melaporkan setidaknya ada 5 sekolah terancam tutup beberapa tahun ke depan setelah gagal mendapat minimal 16 orang siswa baru di kelas 1.

UU Keamanan Nasional yang diterapkan sejak 2020 disinyalir menjadi faktor utama fenomena ini. UU tersebut ditetapkan dengan tujuan membasmi protes anti-pemerintah yang saat itu telah berlangsung selama berbulan-bulan. Pemerintah menetapkan hukuman penjara seumur hidup bagi tindakan pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan kekuataan asing.

Pihak berwenang melihat partisipasi kaum muda dalam protes antipemerintah sebagai kegagalan lembaga pendidikan untuk mendisiplinkan siswanya. Menurut para profesional pendidikan, sekolah dan universitas dipandang menjadi tempat subur tumbuhnya ideologi subversif, sehingga eksistensinya kini dipantau ketat oleh pemerintah.

Baca Juga: Baru Pulang Kerja dari Hong Kong, Ibu di Malang Dibunuh Anak Lantaran Sering Marah

Dalam 3 tahun belakangan, sejumlah langkah diperkenalkan untuk meningkatkan patriotisme dan kesadaran keamanan nasional. Dari sekolah dasar, siswa sudah diajari konsep tentang pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan negara asing.

Sementara itu, pada rumpun studi liberal yang harusnya mengembangkan pemikiran kritis dan pluralistik justru diganti dengan pendidikan kewarganegaraan yang menekankan kesetiaan pada penguasa.

“Saya ingin dia punya pemikiran yang objektif dan tidak dicuci otak. Jika mereka tidak diizinkan untuk berpendapat, maka mereka tidak akan siap menghadapi dunia di masa depan,” kata Kelvin Mak, orangtua salah satu siswa yang memutuskan untuk pindah ke Inggris.

“Kamu bisa saja dianggap melanggar hukum hanya karena salah bicara. Saya takut anak-anak saya bakal mendapat masalah ke depannya,” ujar Eva Lai, ibu dua orang anak yang pindah dari Hong Kong sesaat setelah UU Keamanan Nasional ditetapkan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat