kievskiy.org

Wawancara Eksklusif Dubes Ukraina Vasyl Hamyanin, Bahas Dua Cara Mengakhiri Perang Rusia dan Ukraina

Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin membaca Koran Harian Umum Pikiran Rakyat di sela kunjungannya ke kantor Pikiran Rakyat di  Kota Bandung.
Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin membaca Koran Harian Umum Pikiran Rakyat di sela kunjungannya ke kantor Pikiran Rakyat di Kota Bandung. /Kholid Kholid

PIKIRAN RAKYAT - Invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari 2022 silam. Artinya, pekan depan Perang Rusia dan Ukraina tepat berusia dua tahun. Tentu saja selama dua tahun terakhir, begitu banyak penderitaan yang dialami baik pihak militer maupun sipil di kedua negara berseteru tersebut. 

Melansir laporan New York Times, jumlah total tentara Ukraina dan Rusia yang tewas atau terluka sejak perang di Ukraina dimulai dua tahun lalu sudah mendekati 500.000 orang. Pada kenyataanya jumlah yang tewas bisa lebih besar ketimbang data statistik yang ada saat ini. Soalnya, invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina yang memasuki tahun ketiganya pada bulan depan, masih juga belum menunjukkan tanda-tanda konflik akan segera berakhir. Presiden Rusia Vladimir Putin baru-baru ini menyatakan bahwa perang hanya akan berakhir “ketika kita mencapai tujuan kita.” Jadi, bisa dibayangkan, selama Putin berprinsip seperti itu, konflik Rusia-Ukraina tak akan mereda.

Pejabat Amerika dalam wawancaranya dengan New York Times memperingatkan bahwa jumlah korban masih sulit diperkirakan. Pasalnya, Moskow diyakini selalu menghitung jumlah korban jiwa dan cedera akibat perang, dan Kyiv tidak mengungkapkan angka resminya. Namun, mereka mengatakan, pembantaian meningkat tahun ini di Ukraina timur dan terus berlanjut seiring dengan berlanjutnya serangan balasan yang sudah berlangsung hampir tiga bulan.

Korban serangan militer Rusia, kata pejabat AS yang tak mau namanya disebutkan itu, mendekati 300.000 orang. Jumlah tersebut mencakup sebanyak 120.000 kematian dan 170.000 hingga 180.000 tentara terluka. Jumlah yang ada di Rusia jauh lebih kecil dibandingkan angka di Ukraina, yang menurut pejabat AS hampir mencapai 70.000 orang tewas dan 100.000 hingga 120.000 orang terluka. 

Soal jumlah korban jiwa akibat Perang Rusia-Ukraina ini memang tidak ada angka pasti. Dengan kata lain, jumlah korban sebenarnya di Rusia akibat invasi ke Ukraina adalah rahasia abadi perang tersebut. Kremlin menerapkan kebijakan diam, dan banyak warga Rusia yang tidak berbicara di depan umum karena takut akan dampaknya.

Selain korban jiwa militer dan sipil, perang juga memicu lautan pengungsi. Melansir data Global Conflict Tracker, 5,1 juta warga Ukraina kini menjadi pengungsi internal, dan 6,2 juta orang lainnya meninggalkan Ukraina. Lalu, 17,6 juta lainnya saat ini sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Terkait perkembangan terbaru konflik tersebut termasuk juga situasi di Ukraina, Pikiran Rakyat (Pemimpin Redaksi Satrya Graha dan Kepala Desk Internasional Huminca Sinaga) belum lama ini mendapatkan kesempatan mewawancarai Duta Besar Ukraina Vasyl Hamyanin secara eksklusif di Kantor Pikiran Rakyat, Jalan Asia Afrika No 77, Bandung.

Berikut disarikan hasil wawancara spesial tersebut dalam format Tanya Jawab (Q&A) Pikiran Rakyat (Q) dengan Dubes Vasyl Hamyanin (A).

Q: Kebetulan hari ini ada acara di Gedung Merdeka, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berbicara tentang penyataan tahunan (PPTM). Dalam hal ini terkait sikap Indonesia terhadap isu-isu internasional. Ada beragam hal yang dibahas, dan menariknya, ada satu hal yang tidak disinggung Bu Retno dalam pernyataan tahunannya, yakni soal Ukraina. Oleh karena itu, kita ingin mengetahui hal yang tidak dibahas ini langsung dari Duta Besar Ukraina Vasyl Hamyanin. Bagaimana tanggapan Anda?

A: Ini pertanyaan yang bagus, pertama-tama mohon maaf saya tidak bisa berbahasa Indonesia, jadi saya akan berbicara dalam Bahasa Inggris. PPTM ini merupakan acara yang menarik dan saya sangat menantikan acara ini karena  hanya ada setahun sekali. Dan, Bu Retno menyampaikan apa saja yang telah tercapai dalam 9 tahun terakhir terkait sejumlah isu luar negeri Indonesia. Jadi, ini merupakan acara yang penting. Apalagi tahun ini untuk pertama kali diadakan di Gedung Merdeka, dan ini sangat simbolis.  Karena saya pikir ini untuk menggarisbawahi keunikan politik luar negeri Indonesia, itu yang saya rasakan. Seperti netralitas, tidak bersekutu, dan lain-lain. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat