kievskiy.org

Laporan Mengejutkan: 2.000 Anak Meninggal Setiap Hari Akibat Polusi Udara

Ilustrasi anak balita
Ilustrasi anak balita /freepik freepik

PIKIRAN RAKYAT - Sebuah studi mengungkapkan bahwa udara kotor merupakan penyebab kematian kedua setelah malnutrisi atau keadaan di mana terjadi kekurangan atau kelebihan asupan energi di kalangan balita.

Pada laporan terbaru Health Effects Institute (HEI) dan Unicef, polusi udara menjadi penyebab kematian kedua terbanyak bagi anak-anak di bawah lima tahun. Laporan tersebut mengklaim hampir 2.000 jiwa meninggal setiap harinya. Angka ini lebih besar ketimbang korban jiwa akiban sanitasi buruk dan kekurangan air bersih.

Dikutip dari The Guardian, pada laporan State of Global Air tahun ini, yang diterbitkan oleh Unicef dan HEI sejak tahun 2017, juga menunjukkan bahwa anak-anak di berbagai negara miskin mengalami beberapa dampak buruk, dengan tingkat kematian yang tinggi. Penyebabnya polusi udara pada anak di bawah usia lima tahun 100 kali lebih tinggi di sebagian besar wilayah Afrika dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi.

Laporan tersebut menemukan lebih dari 8 juta kematian, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Kematian tersebut disebabkan oleh polusi udara pada tahun 2021. Angka yang terus meningkat ini menjadikan polusi udara sebagai penyebab kematian terbesar kedua secara global. Di antara anak-anak yang masih muda, polusi udara berada di posisi kedua setelah malnutrisi sebagai penyebab kematian terbanyak. Dampak divestasi polusi udara tersebut sangat terasa di negara-negara dengan pendapatan rendah, dimana tingkat kematian yang disebabkan polusi udara di antara anak-anak di bawah lima tahun adalah 100 kali lebih tinggi daripada di negara-negara dengan pendapatan tinggi.

Pallavi Pant, penulis utama laporan dan kepala kesehatan global di HEI, menunjuk kesenjangan besar yang ditemukan dalam laporan tersebut. "Beban ini ... sebagian besar ditanggung oleh anak-anak yang masih muda, populasi yang lebih tua, dan negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah," katanya” seperti dikutip The Guardian.

Laporan tersebut mengidentifikasi partikel kecil yang disebut PM2.5, yang lebih kecil dari 2,5 mikrometer dalam diameter, menjadi penyebab lebih dari 90% kematian akibat polusi udara global. Partikel-partikel ini dapat masuk ke dalam darah dan telah terhubung dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit paru-paru, penyakit jantung, serangan jantung, diabetes, demensia, hingga keguguran.

Laporan tersebut menunjukkan betapa meluas dan merusaknya prevalensi polusi PM2.5, dan menemukan bahwa adanya peningkatan kadar partikel halus tersebut kini menjadi "prediktor paling konsisten dan akurat untuk hasil kesehatan yang buruk" di seluruh dunia.

Kitty van der Heijden, wakil direktur eksekutif Unicef, mengatakan: "Kelambanan kita dalam bertindak memiliki dampak yang sangat besar terhadap generasi berikutnya, dengan dampak kesehatan dan kesejahteraan seumur hidup. Urgensi global tidak dapat dipungkiri. Sangat penting bagi pemerintah dan perusahaan untuk mempertimbangkan perkiraan ini dan data yang tersedia secara lokal dan menggunakannya untuk menginformasikan tindakan yang berfokus pada anak untuk mengurangi polusi udara dan melindungi kesehatan mereka

Ilustrasi polusi udara
Ilustrasi polusi udara freepik
Dilansir The Guardian, HEI menyebutkan bahwa dampak krisis iklim juga memperburuk kualitas udara, Laporan yang sama juga menemukan bahwa "ketika kekeringan menjadi lebih parah dan berkepanjangan, dan lahan menjadi semakin kering, kebakaran hutan yang merusak hutan yang dulunya tumbuh subur dan badai debu berdampak pada dataran yang luas dan ini semua mengisi udara dengan polutan yang bertahan lebih lama."

Laporan tersebut mengungkapkan suhu yang lebih tinggi di musim panas juga dapat memperburuk dampak polutan di udara seperti nitrogen oksida, yang pada suhu tinggi dapat berubah menjadi ozon, gas yang mengiritasi saat dihirup. Paparan ozon dalam jangka panjang berkontribusi hampir setengah juta kematian pada tahun 2021.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat