kievskiy.org

PKL di Alun-alun Majalengka Enggan Direlokasi

SUASANA Pasar Lawas di Kelurahan Majalengka Wetan,Kecamatan Majalanegka yang menjadi tempat relokasi pedagang kaki lima dari Alun-alun Kota Majalengka, Jumat, 30 Agustus 2019.*/TATI PURNAWATI/KC
SUASANA Pasar Lawas di Kelurahan Majalengka Wetan,Kecamatan Majalanegka yang menjadi tempat relokasi pedagang kaki lima dari Alun-alun Kota Majalengka, Jumat, 30 Agustus 2019.*/TATI PURNAWATI/KC

MAJALENGKA,(PR).- Sejumlah pedagang kaki lima yang semula berjualan di Alun-alun Majalengka enggan pindah ke Pasar Lawas tempat nereka direlokasi oleh pemerintah. Alasannya belum ada listrik serta jualan sepi karena tidak ada keramaian.

Beberapa yang sudah pindah berjualan pun mengeluh karena omset jualan mereka menuruh hingga 70 persen. Kondisi tersebut diduga karena belum banyak yang mengetahui pindah lokasi serta sebagian besar pedagang masih berjualan di sekitar alun-alun seperti Jalan Bhayangkara, Jalan Pramuka serta sebagian  pedagang bergeser kearah Barat Mesjid Agung.

Tirah, pedagang seblak dan minuman teh mengatakan, omsetnya menurun drastis karena pembeli sepi. Selain itu kesulitan listrik juga menjadi kendala. “Kalau kompak semua berjualan di sini mungkin bisa ramai, pembeli juga datang. Ini kan tidak semua pindah. Kedua listrik juga belum ada sekarang terpaksa listrik minta ke warga harganya jauh lebih mahal,” kata Tirah.

Di alun-alun menurut Tirah pembayaran listrik hanya Rp 3.000 per hari, itu untuk penerangan dan sambungan ke barang elektronik untuk berjualan. Sedangkan di pasar lawas tarif listrik tidak terukur. Pertama dia bayar Rp 10.000 per hari, hanya esoknya dia minta keringanan karena perolehan dari jualan tidak sampai Rp 70.000 sehari semalam.

“Katanya PLN belum bersedia memberikan sambungan listrik alasanya tidak ada tempat untuk menyambungnya, kalau di alun-alun kana da kami bayar kepada orang yang memiliki sambungan listrik, bayarnya juga murah. “ ungkap Tirah.

Hal serupa juga disampaikan Ei, yang mengaku jualannya menurun drastis. Dari jualan seblak biasanya  dia memperoleh penghasilan hingga Rp 500.000 per hari, belum ditambah dari cilor dan cireng. Kini omsetnya tidak sampai 25 persen dari biasanya.

Sambungan listrik dia harus membayar Rp 14.000 per hari, itu untuk barang elektronik serta tiga gantungan listrik karena dia memiliki empat gerobak dagangan. Masing-masing lampu membayar Rp 3.000 per malam, mulai pukul 18.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB.

Pedagang siomay Agus malah mengaku selama 8 hari berjualan di pasar lawas setiap harinya paling mampu menjual 10 forsi. Padahal di tempat lama dia kadang nambah barang dagangan. “Sekarang mah sepi,” kata Agus.

Sedangkan Nana dan Entoh mengaku enggan pindah berjualan karena sudah menduga bakal sepi. Sehingga mereka mencari tempat lain di Jalan Pramuka dan Jalan Bhayangkaran. Selepas bubar sekolah pindah berjualan mencari tempat keramaian.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat