PIKIRAN RAKYAT – Sebelum pagebluk corona merebak saat ini, warga Jawa Barat sudah karib dengan berbagai wabah di zaman Kolonial Belanda.
Cacar menjadi salah satu wabah yang membuat masyarat Tatar Pasundan dicekam ketakutan. Bahkan warga mengaitkan kehadiran wabah itu dengan munculnya sosok makhluk gaib atau jurig kuris.
Tak hanya cacar, pegebluk lain yang merenggut banyak nyawa adalah pes atau sampar. Wabah tersebut menimbulkan kematian dari warga biasa, mantri kesehatan hingga asisten wedana. "PR" menelusuri kisahnya.
Baca Juga: Di Tengah Wabah Covid-19, Harga Ayam di Kandang Rp 6.000 di Pasaran Rp 36.000 Perkilogram
Sore yang mestinya ceria oleh gelak tawa bocah-bocah selepas bermain itu berubah mencekam di Kampung/Desa Nanggeleng, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung (sekarang Kabupaten Bandung Barat) pada sekira 1960-an.
Diding, 66 tahun, masih ingat benar bagaimana suasana menjelang pergantian malam di kampungnya saat itu begitu sepi. Ia waktu itu masih berumur sekitar delapan tahun dan masih duduk di bangku sekolah dasar.
Warga memilih menutup pintu dan berdiam di rumahnya masing-masing.
"Warga buru-buru memasang lampu cempor yang diletakkan pada ayakan," kata Diding di kediamannya, Kampung Citumpeung, Desa Nanggeleng, Kecamatan Cipeundeuy, Senin, 30 Maret 2020.
Baca Juga: DLHK Karawang Siapkan Tong Sampah Khusus Penampung Sampah Masker
Ayakan atau alat untuk mengayak itu digantung menggunakan tali di depan rumah warga. Pendar lampu cempor yang memantul pada ayakan menghasilkan bentuk cahaya berupa totol-totol.