kievskiy.org

Proses Tradisi Munggahan, Ternyata Tak Sekadar Liliwetan

Ilustrasi - Warga makan bersama saat tradisi Munggahan di Alun-Alun Menes, Pandeglang, Banten.
Ilustrasi - Warga makan bersama saat tradisi Munggahan di Alun-Alun Menes, Pandeglang, Banten. /Antara/Muhammad Bagus Khoirunas

PIKIRAN RAKYAT - Munggahan menjadi salah satu tradisi yang masih berlangsung di Indonesia, khususnya bagi masyarakat Sunda, menjelang Ramadhan. Beberapa hari sebelum menunaikan ibadah puasa, mereka biasanya melakukan kegiatan bersama-sama untuk merayakan kedatangan Bulan Suci Ramadhan.

Salah satu yang sangat identik dengan munggahan adalah proses memasak nasi liwet dan menikmatinya bersama-sama alias ngaliwet. Namun, ternyata proses tradisi munggahan tidak hanya soal makan-makan.

Hal itu dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan Tata Twin Prehatinia dan Widiati Isana dari Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung yang diterbitkan dalam Jurnal Priangan pada 2022 berjudul 'Perkembangan Tradisi Keagamaan Munggahan Kota Bandung Jawa Barat Tahun 1990-2020'.

Munggah berasal dari kata unggah yang berarti naik atau meningkat, yang konon pada zaman dahulu roh dan arwah nenek moyang atau kerabat yang sudah meninggal.

Sesuai dengan pengertiannya, kata munggah tersirat arti perubahan ke arah yang lebih baik yang berasal dari bulan sya’ban menuju Ramadhan untuk meningkatkan kualitas iman kita saat sedang berpuasa.

Ziarah Kubur

Proses yang sering dilakukan oleh masyarakat dalam tradisi munggahan biasanya digunakan untuk mengirim doa kepada leluhur yang sudah meninggal dunia menjelang Ramadhan yang dimaksudkan untuk bersyukur telah datangnya bulan yang mulia.

Tokoh masyarakat di RW7 Babakansari, Kiaracondong, Bandung, H. Ngatmin menuturkan bahwa proses tradisi Munggahan biasanya dilakukan pada saat nisfu sya’ban, yang ditandai dengan melakukan ziarah ke makam. Ziarah ke makam adalah budaya atau pun tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, biasanya ke makam-makam para wali, ulama atau ke kerabat keluarga terdekat.

Salah satu tujuan dari kegiatan ziarah makam, nadran, atau nyekar ini adalah untuk meminta doa kepada Tuhan. Masyarakat percaya bahwa dengan berziarah dan meminta doa di depan makam leluhurnya, maka doa tersebut akan dikabulkan melalui orang yang berada dalam makam tersebut karena mereka termasuk kedalam golongan orang-orang yang sholeh dan beriman baik.

Tradisi ziarah makam yang biasanya dilakukan oleh masyarakat adalah dengan membawa kembang yang disebut dengan kembang setaman dan membawa air didalam kendi atau bisa menggunakan air dalam botol.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat