PIKIRAN RAKYAT - Mengadopsi boneka arwah atau spirit doll, ada-ada saja kreasi manusia zaman sekarang. Namun, bila membaca keriuhannya di media sosial, sepertinya efek psikologis fenomena itu serius juga.
Asep Dudi S, Dosen Prodi Magister Pendidikan Islam PAI dan PGPAUD yang juga Wakil Dekan 1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba mengutarakan pandangannya terkait fenomena itu.
Berikut ini pemaparannya. Kepada pembaca yang bijak lagi bestari, selamat membaca.
***
Sebagian ungkapan yang muncul dari para pengadopsi menunjukkan bahwa mereka merasa mendapatkan perubahan positif dengan adanya boneka tersebut.
Misalnya, merasa punya ikatan batin yang kuat dengan boneka ”anak asuh” tersebut, menjadi lebih rajin beribadah, dan beroleh dorongan kuat untuk berbuat kebajikan, lebih bahagia, lebih mampu mengendalikan emosi, terlepas dari kegelisahan yang sebelumnya mendorong untuk mengakhiri hidup, atau mempunyai tempat mencurahkan kasih sayang.
Baca Juga: Ivan Gunawan Gandeng Dua Baby Sitter Untuk Rawat Spirit Doll, Tugasnya Bikin Ruben Onsu Melongo
Halusinasi? Entahlah. Subjek si pemilik akun Instagram yang menjadi medium sekaligus poros fenomena boneka arwah ini menyampaikan, setiap boneka tersebut ada isinya.
Isinya konon, arwah-arwah yang memiliki latar tertentu yang memungkinkan boneka-boneka tadi berkomunikasi dan membangun relasi dengan pengadopsinya.
Semua orang tahu, boneka adalah benda mati, dibuat manusia. Lazimnya berbentuk mirip manusia atau hewan. Pembuatannya dipilih dari bahan dasar tertentu dengan tujuan beragam.
Sebagai ekspresi budaya, boneka ditemukan di berbagai komunitas masyarakat etnik di berbagai benua sejak ribuan tahun lalu.
Boneka pada berbagai budaya masyarakat etnik digunakan dalam berbagai konteks, misalnya, pertunjukan atau hiburan, upacara ritual peribadatan, pengobatan, perburuan, termasuk juga pada praktik perdukunan atau santet yang bersifat magis-mistik-klenik.
Di Indonesia, pertunjukan boneka misalnya muncul saat acara ruwatan, sedekah bumi, perkawinan, dan sunatan, antara lain dalam bentuk wayang golek atau wayang kulit.
Boneka juga menjadi tema film sukses, semisal Chucky dan Annabelle yang bergenre horror dan dibuat bersekuel.
Boneka juga menjadi komoditas bisnis. Harga boneka bisa bernilai jutaan rupiah. Bahkan karena keunikannya, di luar negeri bisa mencapai miliaran.
Dinamisme
Pada masa primitif/prasejarah, dikenal ada kepercayaan dinamisme. Biasanya disandingkan dengan animisme. Dunamos (bahasa Yunani) artinya kekuatan atau daya.
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa suatu benda mempunyai atau dimasuki kekuatan gaib, dan menghadirkan perasaan tertentu pada orang yang meyakininya, misalnya takut, kagum, hormat, pemujaan, penyucian, atau perasaan lainnya yang membuat benda tersebut diperlakukan khusus atau istimewa.
Kehadiran benda tadi diyakini (dapat) memberikan pengaruh siginifikan terhadap kehidupan dan suasana kebatinan, bahkan perubahan nasib.
Kalau begitu, dapatkah boneka menjadi bagian dari kepercayaan dinamisme? Mungkin saja.
Dalam ajaran agama (Islam), diyakini adanya arwah (jama’ dari kata ruh). Ruh adalah bagian dari eksistensi manusia selain jasad.
Ruh ”ditiupkan” ke dalam jasad manusia ketika berusia 120 hari di kandungan. Kemudian ruh ”menghidupkan” manusia menjadi makhluk intelek dan spiritual. Akhirnya ruh ”dicabut” ketika masa hidup seseorang berakhir.
Menurut nas (teks dalil) agama, ruh setelah lepas dari jasad kemudian dibawa ke langit selanjutnya dikembalikan ke bumi dan ditempatkan di alam barzakh sesuai dengan kualitas amalnya ketika masih menjadi manusia hidup.
Di alam inilah arwah bersemayam menjalani waktu dengan bahagia atau derita hingga saatnya hari pembangkitan tiba.
Soal adopsi boneka arwah, sepertinya banyak teori yang bisa dikaitkan. Pertama, fenomena itu sebentuk reproduksi mitologi dengan cara memainkan kehampaan dan kelemahan hidup yang dirasakan manusia, dan menghubungkannya dengan kehadiran ”benda gaib” yang dapat mengisi kehampaan dan kelemahan tersebut.
Kedua, kelainan psikologis ketika orang dewasa mengulangi masa kanak-kanaknya yang diwarnai fantasi dan imajinasi dengan adanya teman khayalan.
Ketiga, kepentingan ekonomi-bisnis menyertai fenomena itu. Bayangkan, harga boneka biasa dengan boneka yang sudah diisi ”arwah”.
Keempat, bisa juga termasuk praktik klenik jika memang ada prosesi mengundang dan memasukkan jin ke dalam boneka, kemudian si jin tersebut diberi curriculum vitae tertentu untuk menghadirkan aspek mistis.
Agama mengajarkan umatnya yang mampu untuk mengasuh, menyantuni, bahkan boleh mengadopsi anak yatim (dengan tak menghilangkan garis nasabnya), dan memperlakukannya dengan kasih sayang sebagaimana anak sendiri.
Dalam sebuah hadis disampaikan, ”Sebaik-baik rumah di kalangan kaum Muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik, dan seburuk-buruk rumah di kalangan kaum Muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim dan dia diperlakukan dengan buruk.”
Nabi Muhammad saw menyampaikan pula, ”Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkan keduanya.
Menyayangi anak yatim berpengaruhi positif secara kejiwaan. Rasulullah saw bersabda, ”Sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi.” Jika yakin dengan ajaran ini mengapa harus mengadopsi boneka arwah?***