kievskiy.org

Boneka Arwah atau Spirit Doll, Efek Klenik dan Manusia yang Kesepian atau Bisnis Semata?

Ilustrasi spirit doll atau boneka arwah.
Ilustrasi spirit doll atau boneka arwah. /Pixabay/Alexas_Fotos Pixabay/Alexas_Fotos

PIKIRAN RAKYAT - Mengadopsi boneka arwah atau spirit doll, ada­­-ada saja ­kre­a­­si manusia zaman sekarang. Namun, bila membaca keriuhannya di media sosial, sepertinya efek psikologis fenomena itu serius juga.
 
Asep Dudi S, Dosen Prodi Magister Pendidikan Islam PAI dan PGPAUD yang juga Wakil Dekan 1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba mengutarakan pandangannya terkait fenomena itu.
 
Berikut ini pemaparannya. Kepada pembaca yang bijak lagi bestari, selamat membaca.
 
***
 
Sebagian ungkapan yang muncul dari para pengadopsi menunjukkan bahwa mereka me­rasa mendapatkan per­ubahan positif dengan ada­nya boneka tersebut.
 
Misalnya, merasa punya ikatan batin yang kuat de­ngan boneka ”anak asuh” tersebut, menjadi lebih rajin beribadah, dan beroleh dorongan kuat untuk ber­buat kebajikan, lebih bahagia, lebih mampu mengendalikan emosi, terlepas dari kegelisahan yang sebelumnya mendorong untuk meng­akhiri hidup, atau mempunyai tempat mencurahkan kasih sayang.
 
 
 
Halusinasi? Entahlah. Sub­jek si pemilik akun Instagram yang menjadi medium se­kaligus poros fenomena bo­neka arwah ini menyampai­kan, setiap boneka tersebut ada isinya.
 
Isinya konon, arwah-arwah yang memiliki la­tar tertentu yang memung­kinkan boneka-boneka tadi berkomunikasi dan memba­ngun relasi dengan peng­adopsinya.
 
Semua orang tahu, boneka adalah benda mati, dibuat manusia. Lazimnya berbentuk mirip manusia atau he­wan. Pembuatannya dipilih dari bahan dasar tertentu dengan tujuan beragam.
 
Sebagai ekspresi budaya, boneka ditemukan di berbagai komunitas masyarakat etnik di berbagai benua sejak ribuan tahun lalu.
 
 
Boneka pada berbagai budaya masyarakat etnik digunakan dalam berbagai konteks, misalnya, pertunjukan atau hiburan, upacara ritual peribadatan, pengobatan, perburuan, termasuk juga pada praktik perdukunan atau santet yang bersifat magis-mistik-klenik.
 
Di Indonesia, pertunjukan boneka misalnya muncul saat acara ruwatan, sedekah bu­mi, perkawinan, dan su­natan, antara lain dalam bentuk wayang golek atau wayang kulit.
 
Boneka juga menjadi tema film sukses, semisal Chucky dan Annabelle yang bergenre horror dan dibuat bersekuel.
 
Boneka juga menjadi komoditas bisnis. Harga boneka bisa bernilai jutaan rupiah. Bahkan karena keunikannya, di luar negeri bisa mencapai miliaran. 
 
Dinamisme 
 
Pada masa primitif/prasejarah, dikenal ada keperca­yaan dinamisme. Biasanya di­sandingkan dengan animis­me. Dunamos (bahasa Yuna­ni) artinya kekuatan atau da­ya.
 
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa suatu benda mempunyai atau dimasuki kekuatan gaib, dan menghadirkan perasaan tertentu pada orang yang meya­kini­nya, misalnya takut, kagum, hormat, pemujaan, penyuci­an, atau perasaan lainnya yang membuat benda tersebut diperlakukan khusus atau istimewa.
 
Kehadiran benda tadi diya­kini (dapat) memberikan pengaruh siginifikan terha­dap kehidupan dan suasana kebatinan, bahkan perubah­an nasib.
 
Kalau begitu, da­patkah boneka menjadi bagian dari kepercayaan dinamisme? Mungkin saja.
 
Dalam ajaran agama (Islam), diyakini adanya arwah (jama’ dari kata ruh). Ruh adalah bagian dari eksistensi manusia selain jasad.
 
Ruh ”ditiupkan” ke dalam jasad manusia ketika berusia 120 hari di kandungan. Kemudian ruh ”menghidupkan” ma­nusia menjadi makhluk intelek dan spiritual. Akhirnya ruh ”dicabut” ketika masa hi­dup seseorang berakhir.
 
Menurut nas (teks dalil) agama, ruh setelah lepas dari jasad kemudian dibawa ke langit selanjutnya dikembalikan ke bumi dan ditempatkan di alam barzakh sesuai dengan kualitas amalnya ketika masih menjadi manusia hidup.
 
Di alam inilah arwah ber­semayam menjalani waktu dengan bahagia atau derita hingga saatnya hari pembang­kit­an tiba.
 
Soal adopsi boneka arwah, sepertinya banyak teori yang bisa dikaitkan. Pertama, fenomena itu sebentuk reproduksi mitologi dengan cara memainkan kehampaan dan kelemahan hidup yang dirasakan manusia, dan menghubungkannya dengan kehadiran ”benda gaib” yang dapat mengisi kehampaan dan kelemahan tersebut.
 
Kedua, kelainan psikologis ketika orang dewasa mengulangi masa kanak-ka­naknya yang diwarnai fantasi dan imajinasi dengan adanya teman khayalan.
 
Ketiga, kepentingan eko­nomi-bisnis menyertai fe­no­mena itu. Bayangkan, harga boneka biasa dengan boneka yang sudah diisi ”arwah”.
 
Keempat, bisa juga termasuk praktik klenik jika memang ada prosesi mengundang dan memasukkan jin ke da­lam boneka, kemudian si jin tersebut diberi curriculum vitae tertentu untuk menghadirkan aspek mistis.
 
Agama mengajarkan umat­­nya yang mampu untuk mengasuh, menyan­tuni, bah­kan boleh meng­adopsi anak yatim (dengan tak meng­hilangkan garis nasabnya), dan memperlakukannya dengan kasih sa­yang sebagaimana anak sendiri.
 
Dalam sebuah hadis di­sampaikan, ”Sebaik-baik ru­mah di kalangan kaum Muslimin adalah rumah yang ter­dapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik, dan seburuk-buruk rumah di kalangan kaum Muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim dan dia diperla­kukan dengan buruk.” 
 
Nabi Muhammad saw me­nyampaikan pula, ”Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah dan merenggangkan keduanya.
 
Menyayangi anak yatim berpengaruhi positif secara kejiwaan. Rasulullah saw ber­sabda, ”Sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpe­nuhi? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi.”  Jika yakin dengan ajaran ini mengapa harus meng­adopsi boneka arwah?***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat