PIKIRAN RAKYAT - “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al-Isra ayat 26-27).
Ayat di atas menjadi topik pembahasan pada artikel ini, mengapa demikian? Karena sebagian besar muslim di Bulan Ramadhan sering melakukan pemborosan untuk memenuhi kebutuhannya. Pemborosan yang dilakukan seperti lapar mata untuk berbelanja makanan dan minuman saat berbuka.
Mengapa tidak? Karena orang yang berpuasa sangat bahagia saat berbuka sebagaimana hadits Rasulullah bersabda, “bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika bertemu dengan Rabb-nya” (HR. Al-Bukhâri).
Namun,terlalu bahagianya umat muslim dalam menghadapi waktu berbuka, sehingga dia lupa terlalu besar dalam memenuhi keinginannya. Semua makanan, minuman dipesan karena sangat bahagianya orang berpuasa ketika berbuka.
Padahal sebagaimana Quran Surat Al-Isra dalam penggalan akhir ayat ke 26 dijelaskan “walaa tubadzir tabdziiro” yang artinya janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Maka selanjutnya, apa yang harus kita lakukan? Yaitu bersikap wasathon (pertengahan) sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Furqon ayat 67 dijelaskan
”Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pila) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (Al-Furqon ayat 67).
Sikap wasathon merupakan salah satu prinsip dalam mengelola keuangan. Tidak berlebihan dan silahkan membeli makanan dan minuman secukupnya atau tidak pula bersikap kikir sehingga tidak merasa cukup dalam menyediakan makanan dan minuman karena misalnya mengirit biaya di Bulan Ramadhan.
Oleh karena itu, sikap wasathon ini perlu dibarengi dengan prinsip lainnya yaitu qanaah. Sifat qanaah yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah. Khususnya di Bulan Ramadhan ini, orang yang berpuasa harus merasa cukup dengan apa yang dia makan dan minum, tidak melakukan hal yang mubazir khususnya dalam keuangan. Tidak melakukan pembelian makanan, minuman atau pakaian secara berlebihan. Sifat Qanaah dalam hadist Rasulullah saw bersabda, ”sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rezekinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang pemberian Allah” (HR Muslim).
Agar seorang muslim tidak berlebih lebihan dan tidak pula kikir dalam mengelola keuangan saat bulan Ramadhan, maka seorang Muslim perlu merencanakan keuangannya. Aliran kas seorang muslim pada bulan Ramadhan terdiri dari (1) pos pemasukan kas, Muslim yang baik perlu melakukan filterisasi terhadap penerimaan kas atau pendapatan dengan cara menerima kas atau pendapatan dari harta yang halal dan thoyyib. Sebagaimana Firman Allah SWT,
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Al-Baqarah ayat 168).
Dan (2) pos pengeluaran kas, terdapat empat pos pengeluaran yang harus diperhatikan seorang Muslim di Bulan Ramadhan yaitu (1) pengeluaran kas untuk memenuhi hak Allah, sebagaimana Allah berfirman, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (Al Baqarah ayat 261).
Pengeluaran untuk hak Allah di bulan Ramadhan ini banyak dilakukan oleh orang muslim, karena pahala yang diberikan akan berlipat lipat ganda dibanding bulan bulan lainnya. (2) pengeluaran kas untuk pemenuhan hak orang lain dengan membayar utang piutang. (3) pengeluaran kas untuk memenuhi hak diri di masa depan, sebagaimana Rasulullah saw bersabda, “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana, dan dapat menyisihkan
Kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya” (HR. Muslim dan Ahmad).
Sedangkan pos pengeluaran terakhir adalah (4) pos pengeluaran kas untuk memenuhi kebutuhan saat ini dengan bersikap wasathon, tidak perlu berlebihan atau tidak kikir. (Ifa Hanifia Senjiati/Wakil Dekan 3 Fakultas Syariah Universitas Islam Bandung)***