PIKIRAN RAKYAT - Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) yang baru saja berlalu dapat menjadi refleksi bahwa kualitas pendidikan kita saat ini sedang tidak baik-baik saja. HGN bisa dijadikan momentum untuk memperbaiki diri.
Jika kita bandingkan pendidikan kita dengan negara lain, pendidikan Indonesia masih tertinggal. World Population Review (2021) menempatkan mutu pendidikan Indonesia di peringkat ke-54 dari 78 negara. Sedangkan hasil survei Bank Dunia (2020) menyatakan, kualitas guru di Indonesia dikategorikan rendah.
Rendahnya kualitas guru tak hanya dari kompetensi dan kemampuan mengajar, tetapi juga pada keterampilan sosio-emosional. Skala nilai sosio-emosional guru ketika beradaptasi dengan teknologi baru hanya 3,52 dari 5.
Rendahnya kualitas juga ditunjukkan pada hasi penilaian peserta didiknya. Survei Programme for International Student Assessment (PISA) adalah tes yang ditujukan untuk siswa sekolah kelas IX dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Hasil PISA tahun 2019 menunjukkan Indonesia berada diurutan ke-62 dari 70 negara atau termasuk 10 negara terbawah dalam tingkat literasi rendah. Selanjutnya, Asesmen Nasional (AN) tahun 2021 menunjukkan, satu dari dua peserta didik belum mencapai standar minimum literasi.
Sayangnya, pemerintah selalu menggampangkan persoalan. Setiap perbaikan kualitas pendidikan selalu dimaknai mengganti kurikulum. Maka setiap ganti menteri, ganti kurikulum.
Padahal, dari berbagai komponen penyokong pendidikan, kunci utamanya adalah guru. Guru sebagai garda terdepan pelaksana kurikulum. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum bergantung guru. Sebagus apa pun kurikulumnya, jika guru tidak bisa melaksanakannya, sama juga bohong.
Kesejahteraan guru
![Siswa mengikuti pelajaran Aksara Jawa dengan alat peraga tokoh pewayangan di SD Negeri Kepatihan Solo, Jawa Tengah, Kamis (9/11/2023). Kegiatan belajar menulis dan membaca aksara Jawa dengan metode kreatif tersebut dilakukan guru setempat sebagai upaya efektif untuk melestarikan bahasa daerah serta menjaga keberlangsungan kebudayaan Jawa.](https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:0x0/x/photo/2023/11/28/1473129438.jpg)
Ada banyak persoalan yang menyebabkan masih stagnannya kualitas guru di Indonesia. Penulis menganalisis dari dua periode masa. Pertama, periode prajabatan (prajab) atau masa pendidikan calon guru.
Meski dari segi kuantitas jumlah mahasiswa pendidikan mengalami kenaikan signifikan. Prodi Pendidikan menjadi prodi dengan jumlah kedua terbanyak setelah prodi manajemen. Tetapi, minat menjadi guru belum diminati oleh para lulusan terbaik di SMA/SMK. Para lulusan terbaik masih memilih prodi di luar pendidikan.