kievskiy.org

Kurang Eloknya Perubahan Konstitusi yang Terlalu Sering

Ilustrasi konstitusi.
Ilustrasi konstitusi. /Pixabay/succo

PIKIRAN RAKYAT - Saat ini mestinya kita sudah menikmati berkah reformasi 1999 yang semangatnya sangat bergema. Situasi represif selama tiga dasawarsa sepanjang pemerintahan Orde Baru dibongkar.

Lewat proses amendemen, UUD 1945 dirombak. Salah satu yang cukup mendasar, pemilihan presiden yang sebelumnya ditetapkan oleh MPR, diubah menjadi pemilihan langsung.

Kewenangan MPR menetapkan GBHN dihapuskan. Utusan daerah dan golongan di MPR ditiadakan. Sebagai gantinya dibentuk DPD yang dipilih langsung oleh rakyat meski wewenangnya sangat terbatas. Setelah konstitusi diamandemen, apakah keadilan serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat sudah dapat diwujudkan?

Beberapa kalangan berpendapat bahwa amendemen terhadap UUD 1945 seperti itu kebablasan. Konstitusi yang kita miliki sekarang bisa dikatakan menghilangkan roh atau semangat sebagaimana disepakati para pendiri bangsa. 

Baca Juga: Menimbang Sejarah Hari Lahir Persib Bandung: 5 Januari 1919 atau 28 Oktober 1928?

Pendapat seperti ini sudah sering dikemukakan tapi belum mendapat tanggapan yang semestinya. Tidak mustahil pendapat kritis seperti itu ada benarnya.

Salah satu di antaranya adalah pengertian serta fungsi utusan daerah dan golongan. Mengapa harus dicantumkan dalam UUD 1945 yang asli? Karena perdebatan mengenai konstitusi saat itu berlangsung sangat alot, dasar pemikirannya tentulah berdasarkan realitas di masyarakat.

Kedudukan MPR memang semestinya menjadi lembaga di mana berbagai golongan serta kepentingan dapat menyampaikan aspirasinya demi keberlangsungan negara dan bangsa.

Baca Juga: Pemilu di Depan Mata, Jawa Barat di Mana?

Saluran untuk menampung berbagai kepentingan yang hidup di masyarakat itulah yang tidak diakomodasikan oleh konstitusi saat ini. Sebaliknya, aspirasi politik menjadi sangat kuat bahkan berlebihan. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat