PIKIRAN RAKYAT - “Demokrasi bukan hanya soal pemilihan umum dan kotak suara. Demokrasi adalah soal budaya, soal kebiasaan, soal sikap mental.” Kutipan itu diucapkan Bung Hatta, Wakil Presiden Pertama Indonesia. Kutipan itu masih relevan hingga saat ini.
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar) 2024 mulai menapaki sejarahnya. Daur ulang politik setiap lima tahun sekali tentu mendatangkan sejumlah harapan politik yang tak sekadar ritual teknis semata, tak kalah pentingnya adalah penegasan atas kekhawatiran mundurnya demokrasi seperti yang banyak diungkapkan oleh para ahli.
Dewasa ini, kita memang sudah memiliki infrastruktur demokrasi yang lengkap bahkan bisa dibilang sudah paripurna. Namun, yang melumurinya masih dominan feodalisme, oligarki, patronase, dan komunalisme. Kita memiliki partai, tapi belum maksimal dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi sejati.
Defisit kebudayaan itu bisa dengan mudah kita temukan pada tahapan kampanye termasuk di dalamnya debat publik. Antarpasangan calon kerap terbata-bata dalam menawarkan praktik pengarusutamaan budaya demokrasi. Yang nampak hanya kebrutalan penampilan para tim sukses atau pendukungnya terutama di media sosial.
Sesungguhnya, demokrasi merupakan sebuah peristiwa budaya. Benih-benih demokrasi dapat ditemukan dalam tradisi dan kearifan lokal masyarakat diberbagai belahan dunia termasuk Jawa Barat.
Oleh karenanya, tidak berlebihan kiranya apabila demokrasi dianggap sebagai ‘madrasah utama’ untuk mendidik manusia politik yakni manusia yang mengorientasikan hidupnya guna memelihara kondisi minimal keberlanjutan sebuah masyarakat berdasar pada nilai-nilai luhur demokrasi. Memaknai demokrasi seperti itu berarti terlibat dalam percakapan kebudayaan.
Dalam konteks ini, pemilu perlu dikembalikan sebagai inisiasi budaya demokrasi, tempat setiap tahapan dan proses pemilu diwarnai oleh nilai-nilai yang menjunjung tinggi partisipasi, inklusivitas, dan penghargaan terhadap perbedaan pilihan.
Inisiasi budaya demokrasi dalam pemilu juga semestinya terlihat jelas dalam sikap toleransi, penghormatan perbedaan, dan resolusi konflik. Konkretnya, proses pemilu akan berjalan dalam suasana kondusif, setiap peserta dan pendukung dapat menyampaikan aspirasi mereka tanpa intimidasi dan kekerasan.