kievskiy.org

Beda Cara Turunkan Kepala Negara di Indonesia dan Malaysia, Refly Harun Sindir Kekuasaan Sumber Kenikmatan

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun ikut memberi pandangannya. Dia melihat mundurnya Muhyiddin Yassin bukan karena kesadaran sendiri semata.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun. Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun ikut memberi pandangannya. Dia melihat mundurnya Muhyiddin Yassin bukan karena kesadaran sendiri semata. /Tangkap layar youtube.com/Refly Harun Tangkap layar youtube.com/Refly Harun


PIKIRAN RAKYAT - Belum lama ini efek mundurnya Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin ternyata "berdampak" ke Indonesia. Setidaknya para oposisi dan pakar di Tanah Air ikut menyoroti PM Malaysia yang secara sadar mundur karena dinilai gagal menangani Covid-19.

Muhyiddin resmi mundur sebagai Perdana Menteri Malaysia usai mengajukan surat pengunduran diri kepada Raja Sultan Abdullah Alam Ahmad Shah pada Senin, 16 Agustus 2021.

Dengan pemberitaan yang menyedot perhatian publik tersebut, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun ikut memberi pandangannya. Dia melihat mundurnya Muhyiddin Yassin bukan karena kesadaran sendiri semata.

Kata Reflu Harun justru tekanan oposisi dan publik sangat besar dalam kasus mundurnya Muhyiddin.

Baca Juga: 2 Tahun Berseteru, Garuda Indonesia dan Rolls Royce Akhirnya Sepakat Damai

"Itu karena terus menerus dikritik selama penanganan Covid-19. Malaysia dinilai parlemen gagal dan buruk dalam menghadapi Covid-19," katanya di YouTube Refly Harun seperti yang dilihat Pikiran-Rakyat.com pada Selasa, 17 Agustus 2021.

Terkait mundurnya PM Malaysia ini, lantas Refly Harun menjelaskan beda cara pengunduran diri kepala negara di Malaysia dan Indonesia. Kata dia, sistem pemerintahan Indonesia dengan Malaysia berbeda.

Malaysia menganut sistem parlementer. Sehingga harus mendapat dukungan penuh dari parlemen.

Baca Juga: Ada Kasus Kasus Pembekuan Darah, Lima Negara Setop Penggunaan Vaksin AstraZeneca

Misal kata dia, jika kepala negara ngotot tidak mau mundur, tapi kabinetnya menghendaki kepala negara berhenti, maka kabinet bisa bubar.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat