kievskiy.org

Bahaya, Program 'Balas Jasa' dan 'Balas Dendam' Kepala Daerah Terpilih

DIREKTUR Eksekutif Pilkada Watch Wahyu Agung Permana, Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Irham Dilmy, moderator Ichan Loulembah, Pengamat Ketatanegaraan, dan Sistem Politik Laurel Heydir, Ketua LIMA Indonesia Ray Rangkuti dalam diskusi
DIREKTUR Eksekutif Pilkada Watch Wahyu Agung Permana, Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Irham Dilmy, moderator Ichan Loulembah, Pengamat Ketatanegaraan, dan Sistem Politik Laurel Heydir, Ketua LIMA Indonesia Ray Rangkuti dalam diskusi

JAKARTA, (PRLM).- Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) mengingatkan semua pihak memperhatikan para kepala daerah yang baru dilantik. Berdasarkan pengalaman yang lazim terjadi, kepala daerah rata-rata punya dua program paling awal, program "balas jasa" dan program "balas dendam". Kedua program yang diterapkan pada pegawai negeri sipil khususnya kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) itu tidak seharusnya terjadi. Hal itu diingatkan Wakil Ketua Komisi ASN Irham Dilmy dalam diskusi "Pelantikan Kepala Daerah = Pergantian Pejabat Daerah?" di Menteng, Jakarta, Sabtu (20/2/2016). Irham mengingatkan hal ini apalagi baru saja sekitar 199 bupati/wali kota dan 7 gubernur dilantik. "Ada 199 bupati dan wali kota dan tujuh gubernur sudah dilantik, belum lagi wakilnya. Bisa dibayangkan gerakan 199 kali 2 itu berarti 398 ditambah 14 (7 dikali 2 berdasarkan jumlah gubernur) jumlahnya 412 orang yang akan melakukan tindakan-tindakan yang dikhawatirkan. Satu program "balas jasa" dan satu lagi program "balas dendam"," kata Irham. Hal ini menurut Irham sangat berbahaya karena sekalipun kepala daerah memandang hal itu baik, tetapi kenyataannya sama sekali tidak baik. Apalagi kalau balas jasa diberikan pada pihak yang tidak berkompetensi. Biasanya, program balas jasa ini diberikan pada orang-orang yang sudah membantu kepala daerah mencapai posisinya. Sementara itu, program balas dendam seringkali dilakukan pada para pejabat yang tidak mau memihak. "Jadi ada orang yang menyatakan sudahlah aku netral saja, tidak usah ikut si A atau B. Kalau netral berarti siapa pun yang menang, dia tidak dapat untung. Sehingga yang diterapkan pada pejabat yang begini program balas dendam," kata Irham. Padahal, kata Irham, seharusnya para pejabat yang berkompetensi harus terus dipertahankan pada posisinya. Jika Indonesia ingin maju seharusnya birokrasi Indonesia bisa setingkat Singapura dengan nilai indeksnya 98-100 tahun ini atau Malaysia dengan indeks 80. Saat ini, Indonesia baru memiliki indeks 44 yang sama seperti Vietnam. Jika dua program itu terus-menerus dijalankan periode ke periode, Irham memastikan para pejabat di daerah-daerah setiap sebelum dan setelah pilkada akan selalu takut dan dalam ketidakpastian. (Arie C. Meliala/A-88)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat