kievskiy.org

Di Bawah Bayangan Bendera Merah, Tragedi Kemanusiaan dan Propaganda Kultural Seputar G30S 1965

Potongan adegan film The Act of Killing.
Potongan adegan film The Act of Killing. /Final Cut for Real

PIKIRAN RAKYAT - Kisah yang ada di bawah ini pernah dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat 20 Oktober 2014. Nama yang termaktub sebagai penulisnya adalah Anton Kurnia, sastrawan asal Bandung.

Isinya berupa pengalaman seorang anak manusia yang terlahir sebagai warga negara Indonesia dan mewarisi kelamnya babak sejarah yang terjadi pada 1965. kepada pembaca yang bijak, bestari, lagi budiman, selamat membaca.

***

Jika ibu saya membawa saya berjalan-jalan sore di sekitar rumah kami di sebuah lorong di Jalan Gatot Soebroto, Bandung, kami kerap berpapasan dengan seorang kakek murah senyum yang tengah bermain dengan cucunya. Kakek itu pasti menyapa kami dengan ramah.

Saya ingat betul kilasan kenangan dari awal 1980-an itu karena nama saya dan nama cucunya yang tampaknya sebaya dengan saya bermiripan. Nama saya Anton, nama si cucu yang rambutnya berponi itu Antonius.

Baca Juga: Tragedi G30S/PKI, Penculikan Jenderal TNI hingga Fakta di Balik Peristiwa Kelam Sejarah Indonesia

Dari bisik-bisik orang, saya dengar si kakek itu ”tapol” yang ”baru pulang dari Pulau Buru”. Saat itu saya tak paham apa maksudnya, tetapi saya bisa menangkap nada genting di dalam kata-kata itu.

Kini saya paham apa yang tersirat dari semua itu. Setiap peralihan dari bulan September ke Oktober tiba, kita dibayangi ­ingatan traumatis tentang peristiwa G30S ketika sejumlah petinggi Angkatan Darat diculik dan dibunuh oleh sekelompok tentara.

Peristiwa itu dituding didalangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) yang disebut-sebut hendak melakukan kudeta demi mendirikan sebuah negara komunis.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat