kievskiy.org

Lima Lukisan Koleksi Istana

JAKARTA, (PR).- Pameran lukisan "17/71: Goresan Juang Kemerdekaan" memamerkan 28 lukisan koleksi Istana Negara Indonesia. Dari 28 lukisan ini, lima di antaranya menjadi ikon. Lima lukisan ini dibuat oleh lima pelukis berbeda dari berbagai bangsa, era, hingga kisah di balik lukisannya masing-masing. Apa saja ikon-ikon itu?

1. "Memanah" karya Henk Ngantung
Lukisan dengan gambar orang memanah dengan beberapa orang yang bertelanjang dada sebagai latar itu menjadi ikon karena kebetulan pernah menjadi latar belakang pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dan juga latar dari acara konferensi pers perdana Indonesia. Meski dibuat pada 1943, di pojok kanan bawah lukisan tersebut tertera tahun 04 yang merupakan tahun Jepang saat itu.

Versi aslinya yang dibuat di atas triplek sebagian sudah rusak dimakan rayap. Tampak bagian kanan atas sudah terkelupas. Namun lukisan ini pun tak mau kehilangan momen. Meski tak bisa dipasang di tembok seperti lukisan lainnya, lukisan karya mantan Gubernur Jakarta (1964) yang sempat tersingkir karena terstigma PKI itu dipajang dengan posisi tidur dengan ditutupi kaca di salah satu sudut Galeri Nasional.

Pada tembok di sampingnya, terpasang lukisan serupa yang direproduksi oleh pelukis kenamaan Haris Purnomo. Karya ini mulanya dilihat Presiden Soekarno di pameran lukisan Keimin Bunka Sihoso di Jakarta, tahun 1944. Merasa tertarik, Soekarno berniat membeli lukisan itu. Padahal lukisan tersebut belum selesai sepenuhnya. Untuk menyempurnakan bagian lengan yang belum sempurna itu, Soekarno pun menawarkan diri sebagai model lukisan tersebut.

2. "Penangkapan Pangeran Diponegoro" karya Raden Saleh
Karya satu ini menjadi ikonik karena dibuat oleh pelukis kenamaan dunia yang berasal dari Jawa. DIbuat pada 1857 menggunakan cat minyak di atas canvas berukuran 112 cm x 179 cm.

Lukisan ini terinspirasi oleh lukisan pelukis Belanda bernama Nicholaas Pienemaan bertajuk "Penyerahan Diri Dipo Negoro Kepada Letna Jenderal H.M. de Kock, 28 Maret 1830, yang Mengakhiri Perang Jawa". Bedanya di karya ini, Raden Saleh menampilkan sosok Pangeran Diponegoro yang enggan menyerah sehingga ia harus ditangkap Belanda dan penggunaan kata "Pangeran" sebagai tanda Raden Saleh menghormati pemimpin peran Jawa tersebut.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat