kievskiy.org

Bela Negara Bisa Tangkal Perang Modern

JAKARTA, (PR).- Perang modern yang bersifat nonmiliter hingga saat ini belum diatur oleh Konvensi Jenewa. Sebagai akibatnya, negara-negara yang runtuh akibat serangan yang dilancarkan negara-negara lain tidak bisa mengadu kepada lembaga internasional manapun atas nasib malang yang dialaminya. Padahal, banyak contoh negara runtuh akibat serangan tersebut. Perang modern misalnya mewujud dalam bentuk ”information and ideological welfare”. Perang ini menyebabkan ditinggalkannya ideologi dan dasar negara dan diduduki wilayah suatu negara secara de facto oleh kekuasaan negara asing dengan berbagai alasan. Sementara ”financial welfare” adalah perang yang menyebabkan kacaubalaunya berbagai data yang digunakan negara yang bersangkutan dan dikuasainya sebagian besar sumber daya alam melalui manipulasi perizinan oleh berbagai korporasi asing. Selain itu bisa pula dengan dipengaruhinya proses legislasi, kebijakan eksekutif, atau putusan pengadilan oleh para pelobi yang bekerja untuk kepentingan asing. Sayangnya, kondisi itu belum mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Terbukti, paket undang-undang pertahanan yang berlaku sekarang sudah kadaluwarsa sebab berasal dari tahun 2002 dan 2004. Berbagai perang modern seperti ”information and ideological welfare”, ”financial welfare”, dan ”cyber welfare” juga belum mendapat perhatian bersama sekalipun kini mulai tumbuh kesadaran bahaya dari kondisi tersebut. Menurut Pembina YSNB, Aliansi Kebangsaan, dan FKPPI, kondisi krusial tersebut seharusnya menjadi momen untuk menghimpun seluruh pemikiran kita sebagai bangsa untuk mengambil langkah yang dianggap perlu agar ketahanan nasional semakin kokoh. Selain itu, segala kerentanan dapat ditanggulangi agar kelangsungan hidup bangsa dapat terjamin. ”Kita sebenarnya memiliki seluruh perangkat lunak yang mampu menahan perang modern seperti Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dijabarkan dalam wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Perangkat lunak tersebut, penggunaannya sepenuhnya di pundak pemerintah. Pemerintah seharusnya aktif memaksimalkannya. Namun mengingat UUD 1945 menyatakan bahwa pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara, diperlukan keterpaduan keduanya”, kata Pontjo Sutowo dalam Pembukaan DPS Pertama di JCC. Sementara itu, Menteri Pertahanan Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu menyatakan, jika kekuatan bersenjata hanya dapat menyumbangkan 1 persen di dalam masalah perang modern, yang 99 persen sisanya adalah dengan kekuatan ”soft power’ yaitu dengan memenangkan hati nurani rakyat. Kekuatan hati nurani rakyat tersebut adalah membangun kekuatan idealisme rakyat. ”Strategi pertahanan khas Indonesia dalam menghadapi perang modern adalah membangun kekuatan Idealis hati nurani yang merupakan penggabungan antara kekuatan ’soft power’ keluar (melalui diplomasi pertahanan kawasan) dan penyiapan kekuatan ’hard power’ ke dalam dengan sistem pertahanan rakyat semesta. Konsep-konsep tersebut, yang harus lebih mengedepankan penguatan jiwa dan idealis bangsa sebagai kekuatan utama tersebut, dapat dilaksanakan melalui penanaman nilai-nilai dan semangat kesadaran bela negara. Kesadaran bela negara itu merupakan metode yang telah terbukti ampuh dan handal guna menangkal seluruh bentuk ancaman terhadap keutuhan dan integritas bangsa dan negara Indonesia”, kata Ryamizard Ryacudu. Ryamizard Ryacudu berharap agar pembangunan idealisme rakyat tersebut tidak cuma retorika namun harus mampu diwujudkan dan diimplementasikan secara nyata dalam produk kebijakan yang ada, serta di seluruh aktifitas komponen anak bangsa.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat