kievskiy.org

Perubahan Cara Pemilihan Anggota DPD Dipertimbangkan

Empat anggota DPD melakukan aksi protes disaksikan Ketua DPD Oesman Sapta Odang (kedua kanan) dan Wakil Ketua DPD Nono Sampono (ketiga kiri) saat pembukaan masa sidang DPD di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa 11 April 2017 lalu. Rapat DPD tersebut diwarnai aksi protes
Empat anggota DPD melakukan aksi protes disaksikan Ketua DPD Oesman Sapta Odang (kedua kanan) dan Wakil Ketua DPD Nono Sampono (ketiga kiri) saat pembukaan masa sidang DPD di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa 11 April 2017 lalu. Rapat DPD tersebut diwarnai aksi protes

JAKARTA, (PR).- Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pemilu di parlemen kini mempertimbangkan usulan pemerintah untuk mengubah cara pemilihan anggota DPD pada pemilu 2019 nanti. Bila disetujui oleh panja, pemilihan anggota DPD akan berubah secara signifikan. Ketua Pansus Pemilu Lukman Edy menyampaikan 6 poin usulan pengubahan sistem rekrutmen anggota DPD. Salah satu poin yang signifikan, pemilihan anggota DPD terlebih dahulu akan diperantai oleh penjaringan melalui panitia seleksi yang dibentuk oleh gubernur. Pansel itu diisi dari unsur pemerintah akademisi, dan masyarakat. Setelah pansel melakukan penjaringan calon-calon anggota DPD, hasilnya kemudian akan diserahkan ke DPRD untuk diuji kepatutan dan kelayakannya (fit and proper test). Setelahnya, nama-nama calon anggota DPD kemudian akan diumumkan kepada masyarakat untuk dipilih. Menurut Lukman, jika mekanisme ini dilakukan, maka syarat pengumpulan KTP seperti pada pemilu yang sudah-sudah dihilangkan. "Memang kami menangkap pengumpulan KTP selama ini tidak berkualitas. Banyak calon yang melakukannya dengan membeli, baik itu membelinya langsung ke masyarakat atau ada juga yang membelinya melalui calo calo pengumpul," kata dia, Selasa, 25 April 2017. Lukman menyebutkan setidaknya 4 poin alasan pemilihan calon anggota DPD sebelumnya harus diperantarai oleh pansel. Menurutnya, tingkat pemahaman anggota DPD terhadap persoalan daerah yang terbatas, sehingga penyampaian aspirasi daerah pada kebijakan nasional menjadi tidak effektif. Kemudian, komunikasi yang terbatas antara anggota DPD dengan daerahnya. Menurutnya, gubernur, bupati dan DPRD mengalami kesulitan untuk menjalin koordinasi yang efektif saat ini. Selain itu, perlunya peningkatan kapasitas anggota DPD untuk mensikapi bertambahnya kewenangan DPD seperti dalam rencana perubahan UU MD3, dan rencana amandemen UUD NRI 45. Lalu pertimbangan terakhir, yakni semakin meningkatnya dana transfer daerah sehingga memerlukan pengawasan DPD secara effektif. Lukman mengatakan, pemerintah telah menyampaikan draf mengenai pengubahan seleksi anggota DPD, Jumat pekan lalu. Target yang ingin dicapai dengan mekanisme tersebut, katanya, supaya daerah bisa melakukan seleksi terhadap orang-orang yang dikirim. Dengan demikian, kapasitas dan kapabilitasnya bisa terkawal. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng tidak menyetujui usulan pengubahan rekrutmen calon anggota DPD. Sistem pengubahan pemilihan calon anggota DPD yang kini diwacanakan rentan politisasi. Menurutnya, itu bisa menjadi salah satu jalan untuk intervensi dari partai politik. Dia mengatakan, kewenangan gubernur untuk membentuk tim pansel. Sejauh ini, latar belakang gubernur-gubernur di daerah berasal dari partai politik. Kecuali bupati/wali kota, tidak ada gubernur yang saat ini berlatar belakang perseorangan. "Siapa yang bisa menjamin (pansel diintervensi secara politik)? Gubernur adalah orang-orang partai karena sejauh ini belum ada kandidat yang independen. Itu rentan kepentingan politik," ujarnya. Menurutnya, tidak ada yang bermasalah dalam sistem penjaringan anggota-anggota DPD. Pengumpulan KTP bagi calon anggota DPD, menurutnya, merupakan alat yang penting untuk mengukur legitimasi seorang calon anggota DPD ketika mendapatkan dukungan dari rakyat. Meskipun disebutkan adanya kekhawatiran jual beli dukungan untuk KTP ini, kata dia, yang diperkuat seharusnya adalah sistem pengawasannya. Dia mengatakan, kini DPD tengah mangalami intervensi partai politik. Hal itu dilihat dari rangkaian peristiwa pemilihan pimpinan DPD yang ketuanya kini, Oesman Sapta Odang, merupakan Ketua Umum Partai Hanura. Menurutnya, bila DPD semakin terpolitisasi oleh kepentingan parpol, akan menjauhkan lembaga itu dari hakikat awalnya, yakni wakil daerah dari perseorangan. "Representasi DPD adalah rakyat di daerahnya. Bukan lembaga atau institusi tertentu seperti partai politik," ujarnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat