kievskiy.org

Ahok Divonis 2 Tahun, HTI Dibubarkan Sepihak, Pameran Andreas Dilarang, Ini Pelecehan Demokrasi

JAKARTA, (PR).- Ada tiga peristiwa dalam seminggu terakhir yang menunjukkan demokrasi di Indonesia tengah dilecehkan. Pertama, vonis hukuman dua tahun penjara terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menggunakan pasal penodaan agama. Kedua, pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara sepihak. Kertiga, pelarangan pameran seni karya Andreas Iswinarto di Semarang dan Yogyakarta. Ini potret Indonesia yang semakin jauh dari negara demokrasi dan jauh pula dari negara berkeadilan.

Pernyataan kecewa ini disampaikan Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi (Gema Demokrasi) yang terdiri dari lebih 80 organisasi masyarakat sipil dan sejumlah individu. Gema Demokrasi peduli pada demokrasi dan mengecam keras ketiga peristiwa tersebut. Pengecaman ini dilakukan dengan beberapa alasan.

Salah satu anggota Gema Demokrasi, Damar Juniarto Koordinator Regional Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET) menjelaskan alasan-alasan itu. Pertama, Indonesia negara demokrasi yang di dalamnya menjunjung tinggi penegakan hukum yang berkeadilan (rule of law). Indonesia juga menjunjung nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) yang pemberlakuannya tidak pandang bulu.

"Artinya seluruh manusia di bumi Indonesia terhadapnya haruslah dipastikan penerapan prinsip-prinsip serta nilai-nilai hukum, demokrasi, dan HAM tanpa terkecuali," kata Damar.

Kedua, Indonesia negara hukum (rech staat) dan bukannya negara kekuasaan (mach staat). Artinya, kata Damar, negara seharusnya tidak tunduk pada pendapat segerombolan orang (massa) yang melakukan tekanan atas hukum maupun otoritas pemerintah (mobokrasi).

Ahok

Ketiga, vonis 2 tahun penjara kepada Ahok juga yang disebut “terbukti melakukan penodaan agama” dan perintah segera menahan Ahok juga jauh dari demokrasi. Gema Demokrasi menyatakan pasal 156a KUHP ini sebagai pasal anti demokrasi yang tidak lagi kontekstual diimplementasikan pada negara demokrasi seperti Indonesia.

"Pasal ini adalah pasal yang sudah ketinggalan zaman. Pasal ini lahir di masa demokrasi terpimpin yang antidemokrasi. Pasal ini juga termasuk pasal karet yang tidak memenuhi asas lex certa, lex scripta dalam asas legalitas pada hukum pidana. Hal tersebut mengakibatkan penafsiran terhadap pemenuhan unsur-unsur pasal sangat subjektif. Pada akhirnya melahirkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat Indonesia," kata Damar.

Keempat, Gema Demokrasi juga memandang, selama ini pasal penodaan agama kerap menjadi alat represi kelompok mayoritas kepada kelompok minoritas. Hal ini ditandai dengan adanya pola yang sama sejak aturan ini dilahirkan. Pola itu, adanya tekanan masa pada setiap penggunaan pasal penodaan agama. "Sehingga putusan peradilan tidak lagi mengacu pada hukum yang objektif dan imparsial melainkan tunduk pada tekanan massa (rule by mob/mobokrasi)," kata Damar.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat