BANYUMAS, (PR).- Kehilangan sumber pangan dampak dari kemarau, kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan babi hutan mulai meresahkan warga yang tinggal di wilayah perbatasan dengan hutan wilayah Kabupaten Banyumas dan Purbalingga.
Hewan liar kera yang hidup berkoloni itu mulai merusak lahan kebun dan tegakan milik petani wilayah perbatasan kawasan hutan rakyat seperti di Desa Cikakak Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas.
Perkembanganbiakan binatang herbivora yang tidak terkendali, koloni yang berbatasan dengan permukim pendukduk sudah meluas hingga Kecamatan Lumbir, semakin meresahkan. Saat musim kemarau seperti sekarang kera dan warga mulai berebut makanan.
Kondisi ini banyak dikeluhkan petani karena kawanan monyet merusak semua jenistanaman pertanian yang dibudidaya warga. Bahkan kera mencuri makanan penduduk di dalam rumah, dengan cara merusak genting untuk mencari makanan di dalam rumah seperti nasi hingga bumbu-bumbu dapur milik warga.
"Ada ratusan monyet di Desa Cikakak, mereka memakan cadangan makanan milik warga. Kita sampai kesulitan untuk menyimpan beras hingga bumbu dapur sekalipun," kata Kamsiah warga setempat, Minggu 30 Juni 2019.
Menurut Kamsiah, atap dapur rumah jebol tiga kali oleh monyet yang mau menerobos ke dapur mencari makanan. Binatang mamalia tersebut juga sudah pintar masuk rumah melalui pintu, sebab rata-rata rumahnya sederhana, terbuat dari kayu atau anyaman bambu.
Merusak tanaman
Selain mencuri makanan penduduk, menurut Rahman (62), kera liar yang populasinya dari tahun ke tahun terus bertambah, juga merusak dan mencuri tanaman penduduk. "Monyet-monyet itu sering merusak tanaman dan mengambil nira kelapa," tuturnya.
Menurutnya, sejak beberapa pekan ini kera semakin liar karena ketersediaan makanan di kawasan hutan Perhutani sudah semakin langka. "Kekeringan menyebabkan sumber makanan, di hutan seperti pucuk daun tidak tumbuh sehingga mereka menyerbu makanan dan tanaman milik warga. Bahkan nira yang disadap sejak semalaman paginya sudah habis diminum monyet. Ulah mereka semakin menjadi-jadi saat kemarau," jelas Rahman.
Kera yang hidup di sekitar Masjid Saka Tunggal, merupakan masjid yang dikeramatkan, sehingga warga tidak berani menganiaya atau membunuh monyet-monyet tersebut. Hingga saat ini tidak ada yang mengetahui asal mula keberadaan monyet tersebut.