kievskiy.org

Perubahan Iklim Berpotensi Tambah Jumlah Orang Miskin hingga 100 Juta Jiwa

REKTORIPB sekaligus Guru Besar Tetap Fakultas Ekologi Manusia IPB Arif Satria (kedua dari Kanan) menyampaikan paparan tentang krisis lingkungan pada pra orasi ilmiah di IICC, Kota Bogor, Kamis 9 Januari 2020. Menurut Arif krisis lingkungan dapat berpotensi menambah jumlah masyarakat miskin di Indonesia.*
REKTORIPB sekaligus Guru Besar Tetap Fakultas Ekologi Manusia IPB Arif Satria (kedua dari Kanan) menyampaikan paparan tentang krisis lingkungan pada pra orasi ilmiah di IICC, Kota Bogor, Kamis 9 Januari 2020. Menurut Arif krisis lingkungan dapat berpotensi menambah jumlah masyarakat miskin di Indonesia.* /WINDIYATI RETNO SUMARDIYANI/PR

PIKIRAN RAKYAT - Krisis lingkungan yang terjadi di Indonesia berpotensi menambah jumlah orang miskin di Indonesia. Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyebutkan, tahun 2030, perubahan iklim akan menambah jumlah orang miskin hingga 100 juta jiwa.

Harga pangan juga akan melambung hingga 12 persen. Padahal, 60 persen pengeluaran orang miskin dikhususkan untuk pangan. Dengan kondisi tersebut, perlu penguatan kolaborasi dalam tata kelola baru sumber daya alam di Indonesia.

Guru Besar Tetap Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Arif Satria dalam pra-orasi ilmiah di IPB International Convention Center, Kamis 9 Januari 2020 menuturkan, krisis lingkungan bisa dilihat dari timbunan limbah plastik di laut Indonesia.

Baca Juga: Sempat Melonjak pada Masa Liburan, Okupasi Pesawat di BIJB Kertajati Kembali Rendah

Saat ini Indonesia juga berada di peringkat kedua terbesar setelah Tiongkok yang menimbun serpihan plastik di laut sebesar 0,48 hingga 1,29 juta ton pertahun.

Berdasarkan Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dari 125 juta hektare kawasan hutan, sekitar 35 juta hektare dalam kondisi rusak berat atau berupa lahan tidak berhutan. Kondisi tersebut membuat Indonesia berpotensi mengalami krisis air bersih.

“Krisis lingkungan dan sumber daya alam adalah krisis tata kelola, artinya ada kegagalan mengatur tindakan para aktor, dalam hal ini negara, swasta, dan masyarakat yang berkepentingan terhadap sumber daya,” ujar Arif Satria.

Baca Juga: Dilarang Lintasi Iran, Garuda Indonesia Alihkan Rute Penerbangan Eropa

Krisis lingkungan tidak bisa dihindari karena setelah perang dunia kedua, terjadi proyek modernisasi yang begitu besar. Modernisasi membawa perubahan sosial yang begitu besar dan memunculkan mitos tentang kelemahan masyarakat tradisional miskin yang dianggap tidak mampu mengelola sumber daya alam.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat