kievskiy.org

Sebagian Anggota DPR RI Nilai Ada Persoalan Serius di Pendidikan Agama

FOTO ilustrasi anak-anak mengaji.*/ANTARA
FOTO ilustrasi anak-anak mengaji.*/ANTARA

PIKIRAN RAKYAT - Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melakukan survei kepada 370 anggota DPR RI mengenai pendidikan agama. Sebanyak 47 persen anggota dewan menilai masih ada persoalan serius terkait dengan keberagaman dan kebangsaan dalam pendidikan agama.

Data dikumpulkan PPIN UIN Syarif Hidayatullah pada periode 21 Oktober - 17 Desember 2020 dengan response rate 68,1%. Dengan kata lain, dari 575 anggota DPR RI sebanyak 380 anggota yang berhasil diwawancarai.

Peneliti PPIM Sirojuddin Arif mengatakan, dari 47% dewan yang menganggap masih ada persoalan serius dalam pendidikan agama, sebanyak 19,46% beranggapan bila pemberian wawasan kebangsaan masih kurang. Sementara sebanyak 12,16% beranggapan pemberian pemahaman keragaman dalam pendidikan keagamaan masih kurang.

Baca Juga: Soal Rencana Dipulangkannya WNI Eks ISIS, Anggota DPR: Mereka Keluar NKRI Kok Kita yang Repot?

Sirojuddin menilai respon anggota dewan terhadap persoalan pendidikan agama penting.

“Mereka diharapkan menjadi penentu arah kebijakan di tengah munculnya sikap dan perilaku keagamaan yang eksklusif, tertutup, anti kewargaan, anti-negara, bahkan pro kekerasan di masyarakat,” katanya di sela-sela paparan riset, Rabu 5 Februari 2020.

Ia menambahkan, hasil riset PPIM pada tahun 2018 lalu menunjukkan bila dalam level sikap/opini, sekitat 58,5 persen siswa dan mahasiswa memiliki pandangan keagamaan yang cenderung radikal.

Baca Juga: Dua Anaknya Dilarang Harvey Moeis Syuting, Sandra Dewi: Aku dari Kecil Udah Kerja

Sebanyak 51,1 persen memiliki pandangan keagamaan yang cenderung intoleran secara internal. Adapun secara eksternal, sebanyak 34,3 persen siswa dan mahasiswa menunjukkan pemahaman keagamaan yang cenderung intoleran di kalangan para guru agama.

Berangkat dari kondisi tersebut, Sirojuddin mengatakan, temuan survey dari anggota dewan itu menjadi kabar yang kurang menggembirakan. Terlebih bila melihat persentase mereka yang serius terhadap masalah keberagaman dan kebangsaan hanya di kisaran belasan persen.

"Dalam konteks meningkatnya pandangan dan bahkan perilaku intoleran atau eksklusif di lingkungan sekolah, temuan ini menjadi kabar yang kurang menggembirakan," ujarnya.

Baca Juga: 47 TKA Asal Tiongkok Tidak Dilarang Kembali ke Purwakarta

Menurut dia, besarnya jumlah anggota DPR yang menanggap persoalan kebangsaan dan keberagaman tidak penting, sangat disayangkan. Pasalnya, tugas DPR RI ialah merawat kebhinekaan.

"Tanpa peran aktif lembaga legislatif untuk mengawasi arah kebijakan pemerintah dan pengaruh yang ditimbulkannya, akan susah bagi negara ini untuk mengatasi persoalan akibat intolerasi keagamaan," ujar Sirojuddin.

Survey PPIM juga menyoroti tentang pandangan anggota dewan mengenai peran negara dalam pendidikan agama. Menurutnya, banyak responden yang menunjukkan kecenderungan intervensionis dalam kebijakan negara atau sekolah terkait pengadaan buku agama dan pelatihan bagi guru agama.

Baca Juga: Seminggu Tak Ganti Masker Karena Pasokan Terbatas, Dokter di Tiongkok Terjangkit Virus Corona

Sementara itu, dalam hal-hal terkait pengayaan pendidikan agama, banyak responden yang dikatakannya menunjukkan kecenderungan netral dalam meletakkan peran negara dalam pendidikan agama.

“Variasi pandangan itu memberikan sedikit ruang bagi masyarakat untuk mendapatkan dukungan politik bagi upaya-upaya membangun budaya yang lebih inklusif dan salin menghargai antar pemeluk agama,” ujarnya.

Namun demikian, menurutnya, di tengah meningkatnya sikap intoleran di lingkungan sekolah dalam kaitannya dengan proporsi responden yang memiliki pandangan intervensionis dalam hal pengadaan buku agama atau pelatihan guru agama, menjadi hal krusial yang perlu mendapatkan catatan. Hal tersebut dapat diartikan sebagai besarnya potensi negara tidak memberikan ruang yang lebih inklusif dalam konteks keberagaman dan kebangsaan.***

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat