PIKIRAN RAKYAT - Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo menegaskan bahwa salah satu tantangan terbesar untuk penegakan hak perempuan adalah realitas ketimpangan yang sekarang ini membentuk wajah dunia.
Berbagai studi tentang ketimpangan dan kemiskinan selalu memperlihatkan wajah perempuan sebagai korban utama dalam situasi ketidakadilan.
Dalam keterangannya, Minggu 8 Maret 2020 Wahyu menyebut, feminisasi kemiskinan yang berlanjut pada feminisasi migrasi pekerja juga menunjukkan korelasi pada realitas ketimpangan dan meningkatkan kondisi migrasi tenaga kerja yang tidak layak (forced migration).
Migrasi tenaga kerja sendiri telah memperlihatkan realitas ketimpangan pengupahan, ksempatan kerja yang tidak adil bagi laki-laki dan perempuan serta ketimpangan negara miskin dan negara kaya.
Baca Juga: Ramalan Zodiak 9 Maret 2020, Taurus Kesuksesan Hari Ini Bukan Sebuah Kebetulan
“Situasi ini melahirkan sikap diskriminatif dan xenophobia dengan ditopang konstruksi masyarakat yang patriarkis,” kata Wahyu.
Kerentanan-kerentanan yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia (yang mayoritas perempuan) akan terus terjadi jika tidak ada keseriusan dari Pemerintah Indonesia untuk mengintegrasikan upaya penurunan ketimpangan dengan tata kelola perlindungan pekerja migran.
Baca Juga: Ririn Ekawati Masih Ditahan Polisi meski Hasil Tes Urine Negatif, Asisten Pribadi: Dia juga Pengguna