kievskiy.org

Kasus Suap Ruang Terbuka Hijau, Bekas Kadis Tata Ruang dan Cipta Karya Pemkot Bandung Diperiksa KPK

GEDUNG Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).*
GEDUNG Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).* /KPK.go.id KPK.go.id

PIKIRAN RAKYAT - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa mantan Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung Juniarso Ridwan terkait kasus dugaan suap pengadaan tanah ruang terbuka hijau (RTH) di Pemkot Bandung tahun 2012 dan 2013. Juniarso diperiksa dalam kapasitasnya sebagai kepala dinas tahun 2008-2011.

Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, yang bersangkutan dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Herry Nurhayat (HN), mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung.

"Juniarso Ridwan, Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Pemkot Bandung tahun 2008 sampai dengan 2011 diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HN," kata Ali, Rabu 11 Maret 2020.

Baca Juga: Akhirnya Bertemu, Tindakan Kate Middleton Disebut Redakan Ketegangan antara Meghan Markle dan Ratu Elizabeth

Selain Juniarto, penyidik turut menggali keterangan dari saksi lainnya, seorang ibu rumah tangga bernama Elly Harimurtini. Elly menjadi saksi bagi tersangka Dadang Suganda, makelar tanah dalam kasus yang merugikan negara mencapai Rp 69 miliar itu.

Dalam kasus ini, selain Herry dan Dadang, KPK menetapkan dua anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 sebagai tersangka. Mereka adalah Tomtom Dabbul Qomar (TDQ) dan Kadar Slamet (KS).

Pengadaan RTH tersebut sebenarnya berangkat dari rencana pembangunan jangka menengah di Kota Bandung. RTH diusulkan dibangun dalam rangka menghadapi ancaman masalah ketersediaan air dan penurunan kualitas air di Kota Bandung, sehingga diperlukan pengadaan tanah untuk merealisasikan RTH tersebut.

Baca Juga: Kesal Penerbangannya Tertunda 7 Jam, Perempuan Asal Tiongkok Sengaja Batuk ke Arah Pramugari hingga Diamankan Awak Kabin

Namun, pengadaan tanah untuk kepentingan masyarakat Bandung itu justru dikorupsi hampir setengahnya dan uang puluhan miliar mengalir pada banyak pihak. Pembelian tanah pada sejumlah pemilik tanah atau ahli waris pun dilakukan dengan nilai lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setempat.

Kerugian keuangan negara yang cukup besar, yaitu sekitar Rp 69 miliar atau 60 persen dari nilai anggaran yang direalisasikan sangat merugikan keuangan daerah. Praktik korupsi makelar tanah ini juga merugikan masyarakat pemilik tanah yang tanahnya dibeli bahkan lebih murah dari NJOP.

Konstruksi perkara dalam kasus ini adalah pada tahun 2011, Dada Rosada selaku Wali Kota Bandung saat itu menetapkan lokasi pengadaan untuk RTH untuk tahun 2012 sebesar Rp 15 miliar untuk 10.000 meter persegi. Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan ada penambahan lokasi untuk pengadaan RTH.

Baca Juga: Kominfo Ungkap Alur Deteksi Virus Corona di Indonesia, dari Pasien dalam Pengawasan hingga Positif COVID-19

Besar penambahan anggarannya dari yang semula Rp 15 miliar menjadi Rp 57,21 miliar untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2012. Penambahan anggaran diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah.

Upaya ini diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan. Sekitar bulan September 2012, diajukan kembali penambahan anggaran dari Rp 57 miliar menjadi Rp 123, 93 miliar.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat