kievskiy.org

Perppu 1 Tahun 2020 Disahkan, PKS Menolak karena Berpotensi Melanggar Konstitusi

MENTERI Keuangan Sri Mulyani membacakan pandangan pemerintah pada Rapat Paripurna masa persidangan III 2019-2020, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa 12 Mei 2020. Dalam rapat paripurna tersebut beragendakan penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2021 dan pengambilan keputusan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 atau Perppu Corona menjadi UU.*
MENTERI Keuangan Sri Mulyani membacakan pandangan pemerintah pada Rapat Paripurna masa persidangan III 2019-2020, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa 12 Mei 2020. Dalam rapat paripurna tersebut beragendakan penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2021 dan pengambilan keputusan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 atau Perppu Corona menjadi UU.* /Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT – Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Selasa, 12 Mei 2020, mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19.

Perppu ini disetujui oleh semua partai di Parlemen kecuali Partai Keadilan Sejahtera.

Meski mendapat penolakan dari PKS, Perppu 1 tahun 2020 tetap disahkan karena ada 8 fraksi yang menyetujui.

Baca Juga: Dua Pengunjung Pasar Baru Karawang Terkonfirmasi Reaktif Covid-19 dalam Rapid Test

Ketua DPR RI Puan Maharani dalam rapat menyebut dengan begitu pandangan mini fraksi ini dapat menjadi keputusan.

Dalam rapat, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mewakil Presiden Joko Widodo menyebut Perpu ini adalah jawaban dari penurunan ekonomi yang terjadi imbas dari langkah ekstrim untuk membatasi interaksi antar manusia saat pandemi Corona lewat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Perppu Nomor 1 tahun 2020 diteken Jokowi sebagai landasan hukum kebijakan keuangan di tengah situasi yang genting akibat pandemi corona karena kekosongan hukum. Melalui aturan tersebut, pemerintah menambah alokasi belanja dan pembiayaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (ABPN) 2020 sebesar Rp 405,1 triliun.

Baca Juga: Resep Sahur Praktis Ramadhan 1441 H: Tofu Kuah Lengkap dengan Brokoli dan Wortel

Sementara itu, alasan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak untuk menetapkan Perppu No 1/2020 disahkan menjadi undang-undang karena perpu ini berpotensi melanggar konstitusi. Pasalnya ada beberapa pasal yang cenderung bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Lewat tulisan yang dibacakan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah PKS menilai hal ini terkait dengan kekuasaan Pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan Negara.

Misalnya di Pasal 12 Ayat 2 menyatakan bahwa Perubahan Postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden. Menurut PKS ini telah menghilangkan kewenangan serta peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam Undang-undang atau yang setara.

Baca Juga: Daging Babi Menyerupai Sapi Sempat Beredar di Kabupaten Bandung, Sidak Digencarkan

"Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 23 ayat 1 telah menyatakan bahwa kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun. Kemudian, RAPBN harus diajukan oleh Presiden untuk dibahas dan disetujui oleh DPR sebagaimana ditegaskan Pasal 23 ayat 2 dan ayat 3 UUD RI Tahun 1945," kata dia.

Perpu di Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

FPKS juga mencermati terkait dengan Batas Atas Defisit yang tidak ditentukan akan mereduksi prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan Negara.

Perpu No. 1 Tahun 2020 dalam Pasal 2 menetapkan batasan defisit anggaran yang melampaui 3 persen dari PDB. Menurut PKS, klausul dalam Perppu itu hanya menyebutkan melampaui 3 persen dari PDB, tetapi tidak menjelaskan batas atas.

"Tidak adanya batas atas dalam penentuan defisit APBN terhadap PDB, berpotensi menjadi tidak terkontrol dan dapat membuat belanja APBN menjadi tidak prudent atau memenuhi unsur kehati-hatian dan membengkaknya utang. Selain itu aturan ini juga beresiko dimasukkan kepentingan-kepentingan belanja lainnya yang tidak tepat dan tidak perlu. Batas atas defisit diperlukan agar adanya kepastian hukum, dan agar risiko keuangan akibat defisit menjadi terukur dan managable," ucap dia.

Keempat, Fraksi PKS juga  berpendapat bahwa skema bail-out selalu berpotensi melahirkan skandal penyimpangan kekuasaan keuangan negara atas penanganan krisis yang telah menimbulkan biaya yang besar dan telah mengingatkan publik atas trauma krisis ekonomi 1997-1998.

Penyimpangan tersebut telah membebani negara lebih dari Rp650 triliun ditambah dengan beban bunganya. Beban berat ini menurut PKS kemudian ditanggung oleh rakyat secara keseluruhan melalui beban pajak dan inflasi yang berkelanjutan.

Sementara, menurut FPKS, segelintir kelompok konglomerat menikmati kebijakan yang tidak adil dari fasilitas BLBI dan Obligasi Rekap dan tetap menjadi penguasa modal paska reformasi sampai sekarang.

"Mereka tetap memiliki privilege menjadi oligarki ekonomi dan modal yang bahkan mempengaruhi lanskap sosial dan politik hari ini. Fraksi PKS menolak skema bail-out dari keuangan negara atas kerugian perusahaan swasta baik bank, maupun lembaga keuangan," ucap dia. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat