PIKIRAN RAKYAT - Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menyarankan pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi tahun ini. Langkah tersebut dikhawatirkan justru akan membuat laju inflasi tak terkendali.
"Opsi kenaikan harga BBM subsidi bukanlah pilihan yang tepat saat ini. Kenaikan harga Pertalite dan solar yang proporsi jumlah konsumennya di atas 70 persen, pasti akan menyulut inflasi," kata Fahmy, melalui keterangan tertulis, Minggu 21 Agustus 2021.
Ia menyadari bahwa beban APBN untuk subsidi energi semakin membengkak hingga Rp502,4 triliun, bahkan bisa mencapai di atas Rp600 triliun. Itu terjadi apabila kuota pertalite sebanyak 23.000 kilo liter jebol.
Fahmy menuturkan, apabila harga pertalite dinaikkan hingga Rp10.000 per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan 0,97%. Dengan demikian, inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2% yoy (year over year).
Baca Juga: Siap-Siap! Jokowi akan Umumkan Kenaikan Harga Pertalite dan Solar Minggu Depan
Dengan inflasi sebesar itu, kata dia, akan memperburuk daya beli dan konsumsi masyarakat. Hal tersebut akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang saat ini sudah mencapai 5,4%.
"Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu. Pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga pertalite dan solar pada tahun ini," kata dia.
Menurut Fahmy, pemerintah sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi. Soalnya, saat ini, sekitar 60 persen tidak tepat sasaran.
”Penerapan aplikasi MyPertamina, tidak akan efektif membatasi BBM agar tepat sasaran. Justru menimbulkan ketidakadilan dengan penetapan kriteria mobil 1.500 cc ke bawah yang berhak menggunakan BBM subsidi,” ujarnya.