kievskiy.org

Anggota Komisi III DPR: RUU Perampasan Aset Diperlukan Agar Proses Pengembalian Kerugian Negara Bisa Maksimal

Rapat Komisi III gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 29 Maret 2023.
Rapat Komisi III gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 29 Maret 2023. /Pikiran Rakyat/Oktaviani


PIKIRAN RAKYAT
- Di saat ramai terungkap kekayaan fantastis pegawai pemerintah, urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali digaungkan.

Anggota Komisi III DPR Asrul Sani mengatakan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini diperlukan agar proses-proses pengembalian kerugian negara bisa lebih dimaksimalisasi lebih baik, lebih cepat.

"Ini tidak hanya terkait dengan tindak pidana korupsi atau tipikor saja, tapi bisa juga dimanfaatkan untuk mengembalikan kerugian negara dalam tindak-tindak pidana narkotika, pajak, kepabeanan dan cukai, lingkungan hidup, illegal logging, terorisme dll. Jadi kalau ditanya posisi saya atau Fraksi PPP maka kami setuju ada Undang-Undang ini kedepannya," ujar Asrul dalam keterangannya, Sabtu, 1 April 2022.

Asrul juga menjelaskan RUU Perampasan Aset ini disepakati sebagai RUU inisiatif Pemerintah.

"Maknanya yang harus menyiapkan naskah akademik dan draft RUU-nya adalah Pemerintah. Posisi DPR menunggu itu dan kemudian nantinya kalo sudah disampaikan kepada DPR kedua dokumen tersebut, maka DPR yg bikin DIM (Daftar Inventarisasi Masalah)," ujar dia.

Baca Juga: Update Kode Redeem FF 1 April 2023, Jangan Ketinggalan Klaim Reward Keren dari Free Fire

Ia juga mnegatakan posisi DPR saat ini terkait RUU Perampasan Aset menunggu dari pemerintah.

"Jadi apakah RUU ini bisa dibahas atau tidak maka posisi DPR itu menunggu Pemerintah, dan karenanya tidak betul kalau dikatakan DPR menolak RUU ini," ujar Asrul.

"RUU Perampasan Aset tidak hanya mengemuka karena kasus dugaan transaksi mencurigakan yang mengandung TPPU yg Rp349 Triliun itu saja, tapi sudah sejak beberapa waktu sebelumnya memang juga sudah disuarakan di ruang publik," kata dia menambahkan.

Menurut Asrul, bagi mereka yang menyalahkan DPR sesunguhnya tidak mengerti duduk soal situasi sebenarnya. Ia menyabut di media sosial paling suka menyalah-nyalahkan DPR.

"Kita berharap agar siapapun yg berwenang di Pemerintahan, termasuk Menko Polhukam, maka sepakati "satu kata" terkait RUU ini. Dan jangan jadikan DPR sbg "sansak" yg dipukuli secara tdk proporsional di ruang publik," katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat