kievskiy.org

Apa Itu ARB atau Auto rejection Bawah yang Trending di Twitter? Simak Penjelasannya

Ilustrasi saham.
Ilustrasi saham. /Reuters/Aly Song

PIKIRAN RAKYAT - Auto Rejection Bawah (ARB) ramai dibicarakan, karena mempengaruhi saham sejumlah perusahaan pada Senin, 5 Juni 2023 pagi. ARB dan Auto Reject Atas (ARA) adalah istilah penting dalam dunia investasi.

ARA dan ARB merupakan istilah yang akan sering ditemui, apabila terjun ke dunia investasi saham sebagai investor maupun trader. Oleh karena itu, istilah tersebut perlu dipelajari, bagi orang-orang yang akan memasuki dunia investasi saham.

ARA Saham

Auto Reject Atas (ARA) adalah persentase batas kenaikan harga tertinggi dari saham. Artinya, pergerakan harga saham di pasar modal tidak bisa bergerak bebas lebih tinggi melewati batas yang sudah ditentukan.

ARA menjadi acuan untuk mengatur pergerakan saham, sehingga ada batas kenaikan suatu saham dalam satu hari. Berdasarkan aturan yang ditetapkan, batas kenaikan maksimal saham berbeda-beda tergantung dengan harga dari suatu saham.

Baca Juga: Cara memilih Saham untuk Trading Harian

Biasanya, saham yang baru Initial Public Offering (IPO) atau go-public seringkali mengalami ARA. Hal itu karena banyak orang ingin memiliki saham tersebut pada saat penawaran perdana, di mana harga saham cenderung masih murah.

Contoh ARA saham: Kemarin, saham A ditutup di harga Rp3.000, dan batasan auto rejection pada harga saham tersebut adalah 25 persen. Sehingga, kenaikan harga saham A pada hari ini maksimal adalah: Rp3.000 + (Rp3.000 x 25 persen) = Rp3.750. Jika saham A telah melampaui harga Rp3.750, akan terkena ARA.

ARB Saham

Kondisi Auto Reject Bawah (ARB) merupakan kebalikan dari ARA. ARB adalah persentase batas penurunan maksimum dari suatu saham dalam satu hari. Dengan kata lain, ARB saham artinya batas terbawah harga saham dalam satu hari perdagangan.

Batas ARB saham mengalami beberapa perubahan dalam beberapa waktu belakangan. Sebelum pandemi Covid-19, maksimal ARB saham adalah 20 persen sampai 35 persen, dan berubah menjadi 10 persen pada masa awal pandemi Maret 2020 lalu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat