kievskiy.org

Prabowo Kena Isu 'Daur Ulang' Penculikan Orde Baru Lagi, Gerindra: Publik Sudah Cerdas

Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nym.
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/nym. /ASPRILLA DWI ADHA ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto disebut-sebut kembali diserang isu 'daur ulang' menuju tahun politik 2024. Narasi negatif yang kerap muncul ketika Pemilu diantaranya penculikan orde baru.

Menteri Pertahanan RI (Menhan RI) itu selalu menjadi bulan-bulanan sebagai terduga pelaku pelanggaran HAM ketika orde baru (Orba), terutama dekat-dekat tahun demokrasi. Hal itu disampaikan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.

“Setiap memasuki tahun perjuangan, Pak Prabowo kerap mendapat narasi negatif daur ulang tentang isu penculikan, pelanggaran HAM, kebangkitan Orde Baru hingga isu kejahatan lingkungan," kata Dasco dalam keterangannya, Senin, 28 Agustus 2023.

Dia melanjutkan, narasi negatif bagi Prabowo nyatanya bukan hanya bersubstansikan isu lama yang digoreng ulang, melainkan ada juga narasi-narasi baru yang menyertai. Menurut Dasco, semua meriam isu itu tak lain bertujuan untuk mendegradasi posisi Prabowo, lantaran elektabilitas Ketum Gerindra saat ini sedang berada di angka tertinggi.

Baca Juga: Paspampres yang Culik dan Aniaya Pria Aceh Ditahan, Komandan: Akan Diproses Transparan

"Publik sudah cerdas, dan tidak mudah lagi digiring dengan isu-isu seperti ini karena semua tudingan yang ditujukan sangat mudah untuk dijawab dan dipatahkan," kata dia.

Dasco menyoroti narasi negatif baru menyangkut isu politik identitas. Dia yakin ini adalah jalan pihak-pihak berseberangan dengan Prabowo untuk membenturkannya dengan umat Islam, yang notabenenya mayoritas di Indonesia.

“Di sosial media, ada pihak yang berusaha memelintir pernyataan Grace Natalie (Wakil Ketua Dewan Pembina PSI) bahwa Pak Prabowo telah kecewa terhadap umat Islam. Padahal, pernyataan Grace tidak seperti apa yang diviralkan. Tidak utuh, fakta yang diplintir dan hanya berupaya menimbulkan kegaduhan,” ujarnya.

Baginya, penting bagi media massa, untuk mengkaji lebih dalam perihal fakta kebenaran di balik narasi-narasi negatif tersebut. Sebab, publik barang pasti kebingungan menghadapinya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat