kievskiy.org

Sesar Lembang Berpotensi Picu Gempa hingga Berkekuatan Magnitudo 6,8

Peta Sesar Lembang.
Peta Sesar Lembang. /Jurnal Kemdikbud

PIKIRAN RAKYAT - Sesar Lembang merupakan salah satu sesar aktif yang membentang di wilayah Jawa Barat. Sesar Lembang berada di 10 km dari arah utara Kota Bandung dan memanjang sampai ke arah barat-timur. 

Sesar yang telah dipantau oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sejak tahun 1963 itu memiliki panjang sekitar 25-30 km. Keterangan dalam situs BMKG pada tahun 2017 menyebutkan bahwa Sesar Lembang memiliki laju pergeseran mencapai 5,0 mm per tahun.

Berdasarkan penelitian berjudul Kapasitas Masyarakat Sekitar Kampus ITB dalam Menghadapi Gempabumi yang ditulis oleh pihak ITB, BMKG, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Australia-Indonesia Facility for Disaster Reduction, dan Badan Informasi Geospasial (BIG), disebutkan bahwa Sesar Lembang menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi potensi bahaya gempa di wilayah Bandung. 

Selain dapat menjadi sumber munculnya gempa, Sesar Lembang juga bisa menjadi media rambat gelombang gempa dari sesar-sesar lain yang aktif di Jawa Barat. 

Baca Juga: Perbandingan Sesar Lembang dan Sesar Cimandiri, Sama-sama Berpotensi Ratakan Jawa Barat?

Potensi Kekuatan Gempa

Pada 2017, BMKG sempat menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian para ahli, terdapat potensi gempa di jalur Sesar Lembang dengan magnitudo maksimum 6,8. BMKG juga telah melakukan pemodelan peta tingkat guncangan dengan skenario gempa berkekuatan magnitudo 6,8 dengan kedalaman hiposenter 10 km di zona Sesar Lembang. 

Dengan pemodelan tersebut, diketahui bahwa gempa Sesar lembang dapat menimbulkan dampak berskala VII-VIII MMI atau setara dengan percepatan tanah maksimum 0,2 - 0,4 g. Secara umum, skala VII-VIII MMI dapat menyebabkan goncangan yang sangat kuat dengan kerusakan sedang hingga berat. 

Teruntuk bangunan dengan konstruksi yang kuat, pemodelan skenario gempa tersebut dapat menimbulkan kerusakan ringan. Dinding pun dapat lepas dari rangka, menara bisa roboh, dan air menjadi keruh. 

Sementara, teruntuk bangunan sederhana non-struktural, gempa tersebut dapat menimbulkan kerusakan berat hingga dapat membuat bangunan roboh. 

Pada 2021 lalu, Daryono yang saat itu menjabat sebagai Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG mengatakan bahwa tak ada yang tahu kapan gempa kuat akan terjadi. Ia pun meminta adanya langkah mitigasi. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat