kievskiy.org

18 Partai Politik Belum Laporkan Dana Kampanye, DEEP: Cermin Ketidakseriusan Parpol

Ilustrasi Pemilu 2024.
Ilustrasi Pemilu 2024. /Pikiran Rakyat/Waitmonk

PIKIRAN RAKYAT - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan, 18 partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024 belum melengkapi dokumen dan informasi laporan awal dana kampanye (LADK).

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, menyatakan, hal itu mencerminkan ketidakseriusan dan ketidakjujuran parpol. Dia menyayangkan itu.

"Pengaturan dana kampanye dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kontestasi yang setara antar peserta Pemilu 2024, mencegah potensi korupsi, serta menjaga integritas pemilu dari sisi pendanaan," kata Neni, Kamis, 11 Januari 2024.

Dengan demikian, lanjut dia, tidak ada lagi kecurigaan publik berupa transaksi illegal yang diketahui kerap digunakan untuk kemenangan pemilu. Dia berharap, LADK diperbaiki dengan menyertakan identitas penyumbang.

Neni juga mendorong KPU agar mengumumkan 119 calon anggota legislatif (caleg) dari 5 parpol yang tidak melaporkan LADK. Menurut dia, hal itu penting agar publik dapat melihat caleg mana yang berintegritas.

Dari total 9.917 caleg DPR, papar dia, 119 caleg tidak melaporkan LADK. Sebanyak 110 caleg dari Partai Gelombang Rakyat Indonesia, sisanya dari PKB, PDIP, Partai Buruh, dan Partai Ummat.

"Dari sisi kepatuhan saja, ternyata masih jauh dari harapan. Apalagi untuk mengecek validitas yang dilaporkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pelaporan dana kampanye tidak menjadi hal yang dianggap serius," katanya.

Dari hasil analisis, menurut dia, PDIP menjadi parpol dengan penerimaan dana kampanye tertinggi, yakni sebesar Rp183 miliar. Sementara Partai Bulan Bintang menerima dana kampanye terendah, sebesar Rp301 juta.

"Sayangnya publik hanya dapat melihat nominalnya saja, tetapi tidak bisa melihat secara detail terkait dengan rincian yang disampaikan oleh peserta pemilu. Termasuk juga pendanaan dan sumber pihak ketiga," katanya.

Padahal, kata Neni, seharusnya identitas penyumbang bisa dilihat secara detail oleh masyarakat. Dengan keterbukaan itu, maka publik dapat mengetahui ada atau tidak penyumbang yang melebihi batas kewajaran.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat