kievskiy.org

Mahfud MD Ingin Kembalikan UU KPK ke Format Lama, Ini Alasannya

Mahfud MD, cawapres pendamping Ganjar Pranowo.
Mahfud MD, cawapres pendamping Ganjar Pranowo. /Pikiran Rakyat/Oktaviani

PIKIRAN RAKYAT - Calon Wakil Presiden nomor urut 3, Prof. Mahfud Md, mengungkapkan niatnya untuk mengembalikan Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke format lama sebelum mengalami revisi.

Mahfud berpendapat bahwa langkah ini diperlukan untuk mengembalikan kejayaan dan marwah lembaga antirasuah tersebut.

"Penting untuk KPK yang sekarang, kepercayaan saya agak kurang, tapi menurut saya KPK masih diperlukan. Karena dulu KPK punya masa jayanya dengan Undang-undang yang dulu. Kalau saya terus terang, Undang-undangnya dikembalikan aja ke dulu, itu yang penting," ungkap Mahfud saat menyampaikan gagasan dan visinya di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu 13 Januari 2024.

Prof. Mahfud Md juga merespons pertanyaan dari Profesor Armin Asryad, seorang dosen Universitas Hasanuddin, terkait eksistensi KPK yang dinilai meredup setelah mengalami revisi dan persetujuan dari DPR RI.

Ia menjelaskan bahwa Undang-Undang KPK yang saat ini berlaku sudah disahkan sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

Menurutnya, pemerintah tidak dapat mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) karena ditolak oleh DPR RI. Jika KPK berjalan dengan Undang-Undang baru, tetapi ingin dikembalikan melalui Perppu, DPR RI kemungkinan besar akan menolaknya.

"Karena, Perppu itu disetujui DPR itu di masa sidang. Kalau DPR menolak Perppu itu, padahal KPK sudah siap bekerja dengan Undang-undang lalu dibatalkan Perppu, ini bisa kacau perjalanan antara keluarnya Undang-undang dan keluarnya Perppu, maka tidak bisa sah semua tindakan hukum yang dilakukan KPK, harus melepaskan semua orang yang dipenjara itu (koruptor)," katanya.

Lebih lanjut, Mahfud Md mengakui bahwa selama transisi dari era orde baru ke reformasi, perilaku korupsi semakin merajalela.

Ia menggambarkan perubahan dari masa Suharto, di mana korupsi terjadi saat pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada proyek, menjadi situasi saat ini di mana korupsi terjadi bahkan sebelum APBN disahkan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat