kievskiy.org

Jika Terpilih, Prabowo Bisa Bikin Indonesia Krisis Utang Lebih Parah Dibanding Jokowi

Prabowo Subianto.
Prabowo Subianto. /Pikiran Rakyat/Fian Afandi

PIKIRAN RAKYAT - Pada saat Debat ketiga Capres, Prabowo Subianto menyatakan bahwa tak masalah rasio utang Indonesia 50 persen dari PDB. Namun, Ekonom Ahli Fiskal Awalil Rizky menilai hal itu justru bisa menjadi gerbang menuju krisis utang yang lebih parah.

Pasalnya, jika nanti Prabowo-Gibran memenangkan Pilpres 2024, Prabowo Subianto memiliki kemungkinan akan menerapkan paradigma mengenai utang tersebut. Hal itu dinilai berbahaya bagi perekonomian Indonesia.

"itu artinya Pak Prabowo, pemerintahannya itu memang berencana akan mengutang yang banyak. kira-kira begitu kan? Orang sekarang aja kita 30 persen mau 50 persen, itu berarti kita akan menambah sekitar 20 persen," kata Awalil Rizky, Selasa 16 Januari 2024.

"Jadi terbayang bahwa ide itu, terlepas itu utang pemerintah ataupun utang luar negeri, sama saja dengan menaikkan rasio. Berarti ada rencana berutang jauh lebih banyak dibandingkan yang sudah-sudah," ujarnya menambahkan.

Terkait hal itu, Awalil Rizky mengatakan masyarakat harus melihat dua hal. Pertama, pengalaman Indonesia maupun negara lain terhadap utang. Kedua, rekomendasi buku teks maupun rekomendasi para pakar hingga lembaga internasional.

"Nah, kedua-duanya ini menunjukkan hal yang tidak sejalan dengan ide itu, bahwa ketika suatu negara utang luar negerinya rasionya di Kisaran 50, kisaran 50 artinya di atasnya sedikit atau di bawahnya, itu adalah pertanda negara tersebut akan mengalami krisis ekonomi," tuturnya.

"Krisis ekonominya bisa beriringan dengan krisis utang, bisa dimulai krisis utang baru krisis ekonomi, bisa dimulai krisis ekonomi (dan) krisis utangnya mempercepat, memperparah. Pernah terjadi di Indonesia, kita hanya pernah rasio di atas 50 persen itu dari tahun 90-an, 92, jadi 5 tahunan menjelang Pak Harto lengser. Nah ketika krisis, kita lalu jadi luar biasa, sampai lebih dari 100 persen," ucap Awalil Rizky menambahkan.

Dia menjelaskan, tidak mudah menurunkan rasio utang yang sudah terlanjur tinggi. Meski ekonomi secara umum sudah pulih, tetapi utangnya tidak bisa segera pulih.

"Jadi utangnya pelan-pelan berkurang, lalu rasio turun menjadi 60, 50, dan tadi sudah saya katakan baru mulai 2005 kita di bawah 50 persen tapi langsung lumayan penurunannya menjadi 36 persen dan itu terus turun," ujar Awalil Rizky.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat