kievskiy.org

Kontroversi Pernyataan Jokowi: Siapa yang Untung dan Rugi Kala Presiden Memihak?

Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi. /BPMI Setpres/Laily Rachev

PIKIRAN RAKYAT - Pernyataan kontroversial Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai hak demokrasi dan politik presiden dan menteri dalam berpartisipasi dalam kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 telah menimbulkan pertanyaan besar mengenai dampaknya pada dinamika politik Indonesia.

Pada Rabu, 25 Januari 2024, Jokowi mengungkapkan pandangannya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.

"Hak demokrasi, hak politik, setiap orang. Setiap menteri sama saja, yang paling penting presiden itu boleh lho kampanye, boleh lho memihak. Boleh," kata Jokowi.

Presiden menjelaskan bahwa jabatan presiden dan menteri merupakan gabungan antara pejabat publik dan politik, dan oleh karena itu, kampanye dianggap sebagai hak demokrasi dan politik setiap warga negara, termasuk presiden dan menteri.

Keuntungan dan Kerugian

Pengamat politik Ujang Komaruddin dari Universitas Al Azhar menilai bahwa keberpihakan Jokowi pada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dapat menguntungkan mereka. Dengan tingginya kepuasan terhadap Jokowi, hal ini dapat berdampak positif bagi Prabowo-Gibran.

“Dan itu menguntungkan Prabowo-Gibran. Keberpihakan ini bisa jadi berdampak ke suara 02. Kalau kepuasan terhadap Pak Jokowi masih tinggi, itu bisa berdampak positif bagi Prabowo-Gibran,” kata Ujang yang juga menyinggung bahwa tingkat kepuasan terhadap Jokowi dari sejumlah survei masih berkisar di atas 70 persen.

Di sisi lain, sikap ini dapat merugikan dua pasangan calon lainnya, yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Analisis Hukum dan Kritik

Seiring dengan kontroversi ini, pertanyaan muncul terkait kebenaran pernyataan Jokowi dan dampaknya berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 299 UU tersebut memang menyebutkan hak kampanye presiden dan wakil presiden dengan syarat tidak menggunakan fasilitas negara dan dilakukan saat cuti.

Namun, interpretasi mengenai pasal ini menjadi perdebatan. Devi Darmawan dari BRIN berpendapat bahwa semangat undang-undang lebih menekankan netralitas, ketidakberpihakan, dan independensi untuk semua pejabat negara.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat