kievskiy.org

6 Tuntutan Civitas Academica UII Yogyakarta: Jokowi Diminta Tobat dan Tak Bajak Demokrasi

Rektor UII menyampaikan tuntutan ke Jokowi untuk kembali ke jalan yang benar.
Rektor UII menyampaikan tuntutan ke Jokowi untuk kembali ke jalan yang benar. //YouTube UII Yogyakarta /YouTube UII Yogyakarta

PIKIRAN RAKYAT – Keberpihakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada salah satu pasangan calon (paslon) capres-cawapres peserta Pemilu 2024 makin ketara. Meski tak disampaikan secara langsung, publik menduga Jokowi condong ke paslon 02 yang merupakan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Politik sayang anak ini membuat khawatir publik, akademisi, hingga pakar. Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai almamater Jokowi menuntut presiden untuk kembali ke jalan yang benar, dan meluruskan demokrasi Indonesia.

Menyusul langkah UGM, UII Yogyakarta juga mengeluarkan pernyataan sikap per Kamis, 1 Februari 2024. Penyataan sikap itu diputuskan oleh seluruh civitas academica UII Yogyakarta, karena merasa prihatin dengan karut-marut bangsa menjelang Pemilu 2024.

Rektor UII Yogyakarta, Profesor Fathul Wahid membacakan pernyataan sikap civitas academica dengan tajuk Indonesia Darurat Kenegarawanan. Dalam tuntutan tersebut, Rektor UII menyinggung masalah bantuan sosial (bansos) dari negara justru diatasnamakan presiden.

Baca Juga: Bendera PDIP Dicopot Saat Jokowi Mengunjungi Gunungkidul, Hasto: Kenapa Bendera PSI Diizinkan?

Belum lagi pembiaran keputusan cacat MK, sehingga meloloskan Gibran menjadi cawapres. Tapi yang paling disorot adalah sikap tidak netral Jokowi menjelang hari pencoblosan.

Seluruh civitas academica UII menilai ada mobilisasi aparatur negara untuk memilih paslon tertentu. Hal itu dinilai melanggar hukum dan melanggar konstitusi.

Rektor UII membacakan ada 6 tuntutan mereka terhadap presiden dan penyelanggara negara lainnya. Jokowi diminta tobat dan tidak membajak demokrasi yang berlangsung di Indonesia.

Isi tuntutan civitas academica UII Yogyakarta

  1. Mendesak Presiden Jokowi untuk kembali menjadi kembali teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan, dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu capres-cawapres. Presiden harus bersifat netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok.
  2. Menuntut Presiden Jokowi beserta seluruh aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis. Termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial.
  3. Menyeru DPR dan DPD agar aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai dengan koridor konstitusi, dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.
  4. Mendorong capres-cawapres, para menteri, dan kepala daerah yang menjadi tim sukses dan tim kampanye salah satu paslon untuk mengundurkan diri dari jabatannya, guna menghindari konflik kepentingan yang merugikan bangsa dan negara.
  5. Mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat memastikan pemilihan umum berjalan secara jujur, adil, dan aman demi terwujudnya pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat, berbasis penghormatan suara rakyat.
  6. Meminta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat.

Kecurangan-kecurangan yang terjadi dipertontonkan dengan jelas, sehingga membuat Indonesia darurat kenegarawanan. Jika tindakan itu dilanjutkan maka bisa memicu ambruknya sistem hukum dan demokrasi di Tanah Air.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat