kievskiy.org

Seruan Moral dan Sikap Kritis Sivitas Akademika Digembosi

Ilustrasi seruan moral digembosi.
Ilustrasi seruan moral digembosi. /Pixabay/geralt

PIKIRAN RAKYAT - Deretan cendekia dari berbagai sivitas akademika sudah buka suara, menyampaikan seruan moral. Sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi yang pertama menyampaikan seruan moral melalui Petisi Bulaksumur, meminta Presiden Joko Widodo dan jajarannya kembali ke koridor demokrasi.

Sejumlah kampus diminta kepolisian membuat video yang bertujuan mengapresiasi kinerja Jokowi—sapaan akrab Presiden Joko Widodo. Salah satu pihak yang diminta membuat video tersebut menolak membuatnya.

Adalah rektor Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Ferdinandus Hindiarto, pihak yang menolak membuat video itu lantaran dinilai tak sesuai dengan sikap universitas. Universitas itu bersama 26 anggota Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia (APTKI) sudah membikin pernyataan sikap keprihatinan atas kondisi demokrasi Indonesia, terdapat beberapa poin yang disampaikan, poin utama permintaannya adalah meminta Jokowi dan jajarannya menjalankan tugas sesuai prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan memegang teguh sumpah jabatan.

"Saya menjawab bahwa pilihan kami, sikap kami tidak bisa memenuhi permintaan itu. Kenapa? Karena kami punya dasar yang kuat yaitu Konstitusi Apostolik bahwa universitas katolik mencari, menemukan dan menyebarluaskan kebenaran," tutur dia menerangkan.

Polisi gembosi sikap kritis sivitas akademika

Seruan Padjadjaran dibacakan oleh dosen, guru besar, alumni Unpad. Mahasiswa pun turut hadir pada Sabtu, 3 Februari 2024.
Seruan Padjadjaran dibacakan oleh dosen, guru besar, alumni Unpad. Mahasiswa pun turut hadir pada Sabtu, 3 Februari 2024.

Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Devi Darmawan mengungkapkan, apa yang disampaikan para sivitas akademika terhadap pemerintahan Jokowi ihwal pelaksanaan Pemilu 2024 merupakan kebenaran sekaligus keprihatinan. Pasalnya, penyimpangan yang dilakukan Jokowi dengan menunjukkan keberpihakan pada capres-cawapres tertentu telah merusak kualitas pemilu dan demokrasi di Indonesia.

Karena hal tersebut, sivitas akademika bersedia turun langsung menyuarakan ketimpangan itu, meski ada yang menjadi taruhan, yakni karier dan posisinya di universitas.

"Kita tahu tidak mudah dalam situasi politik saat ini ketika menyuarakan kebenaran karena ada hal-hal yang dikorbankan. Misalnya posisi mereka atau bagaimana aturan-aturan kampus yang tidak memperbolehkan itu dilakukan oleh para akademisi," ujar dia.

Kata dia, sialnya di tengah kencangnya seruan dan kritikan terhadap pemerintahan Jokowi, aparat penegak hukum malah menunjukkan ketidaknetralan, dengan melayani kepentingan pemerintah, apalagi Jokowi secara personal, caranya dengan meminta sejumlah petinggi kampus membikin video yang bertujuan mengapresiasi kinerja sang presiden.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat