kievskiy.org

Prabowo-Gibran Unggul Quick Count, Faktor Pengenalan dan Kesukaan Jadi Sebab?

Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka.
Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka. /Instagram @prabowo

PIKIRAN RAKYAT - Hasil perhitungan cepat atau quick count LSI Denny JA pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka unggul satu putaran di angka 58,47 persen.

Dua paslon rival Prabowo-Gibran, yaitu pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), 24,99 persen, dan pasangan nomor urut 3, Ganjar-Mahfud MD, 16,56 persen. Dengan data itu, Prabowo-Gibran disimpulkan LSI Denny JA menang Pilpres 2024 dalam satu putaran.

Pendiri LSI, Denny JA mengungkapkan alasan Prabowo-Gibran bisa menang satu putaran saja. Menurutnya faktor tingkat pengenalan dan kesukaan total pemilih kepada Prabowo dan dan Gibran menjadi kunci.

Pada survei terakhir LSI Denny JA itu (Februari 2024), Prabowo dan Gibran dikenal dan disukai pada puncaknya. Dua tokoh ini mencapai status variabel elektabilitas kelas premium.

"Variabel elektabilitas itu terminologi untuk kondisi pembentuk elektabilitas, yaitu tingkat pengenalan dan tingkat kesukaan. Yang mengenal Prabowo dan Gibran sudah di atas 90 persen populasi Indonesia dan yang menyukai Prabowo dan menyukai Gibran juga di atas 80 persen," katanya dalam keterangan tertulis pada Jumat, 16 Februari 2024.

Dengan variabel elektabilitas itu, menurut Denny JA, tidak diperlukan kecurangan yang masif, terstruktur dan sistematis, untuk menang telak satu putaran saja.

"Mengapa saya yakin pascapemilu ini, walaupun begitu banyak protes, politik nasional akan baik-baik saja? Tidak akan terjadi kerusuhan model 1998? Ini bisa diprediksi cukup dengan dua indikator. Pertama tingkat kepuasan, approval rating publik kepada Jokowi," katanya.

Sejak bulan Juni 2023 hingga Februari 2024, approval rating Jokowi, kepuasan publik pada Jokowi berkisar antara 75-82 persen. "Itu karena mayoritas publik puas pada Jokowi," tuturnya.

Walaupun ada kritik, ia menilai, kritik itu tak akan meluas sehingga membuat kegelisahan yang masif seperti tahun 1998.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat