kievskiy.org

Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Hoaks Dihapuskan, MK: Hukumnya Ambigu dan Pasal Karet

ILUSTRASI - Ketua MK, Suhartoyo resmi menghapus pasal pencemaran nama baik dan juga berita hoaks pada Kamis 21 Maret 2024
ILUSTRASI - Ketua MK, Suhartoyo resmi menghapus pasal pencemaran nama baik dan juga berita hoaks pada Kamis 21 Maret 2024 /Antara foto/M Risyal Hidayat ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang diajukan oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidyanti. Per Kamis 21 Maret 2024, MK menghapus pasal pencemaran nama baik dan juga berita hoaks.

Dalam sidang yang berlangsung Kamis 21 Maret 2024, MK mengabulkan gugatan untuk Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Ini merupakan peraturan yang membahas mengenai hukum pidana perihal penyebaran berita bohong (hoaks) dan juga penyebaran nama baik.

"Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara RI II Nomor 9) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap Ketua MK Suhartoyo Kamis 21 Maret 2024.

MK menyatakan jika pasal 14 dan pasal 15 UU No 1 1946 tak memiliki hukum mengikat. Selain itu, pasal tersebut juga memiliki sifat ambiguitas.

Suhartoyo menyatakan sulit menentukan ukuran atau parameter kebenaran suatu hal yang disampaikan oleh masyarakat.

Menurut MK, Ukuran atau parameter yang tak jelas dalam mengeluarkan pendapat atau pemikiran justru membatasi hak setiap orang untuk berpikir. Selain itu, MK juga menyatakan ini mengancam kebebasan masyarakat untuk berpendapat.

"Oleh karena itu, negara tidak boleh mengurangi kebebasan berpendapat dengan ketentuan atau syarat yang bersifat absolut bahwa yang disampaikan tersebut adalah sesuatu yang benar atau tidak bohong," kata hakim konstitusi Arsul Sani.

MK juga menilai unsur berita hoaks atau kabar yang tak pasti di pasal 14 dan 15 UU no 1/1946 merupakan norma yang mengandung pembatasan publik mengeluarkan pendapat secara merdeka.

Norma tersebut berpotensi dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk memidana pelaku yang menyebarkan berita bohong, tanpa sungguh-sungguh mengidentifikasi perbuatan pelaku. MK juga menilai pasal 14 dan 15 berpotensi ciptakan pasal karet yang tidak berkepastian hukum.

"Yang dapat mungkin terjadi justru penilaian yang bersifat subjektif dan berpotensi menciptakan kesewenang-wenangan," tuturnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat