kievskiy.org

Putusan MK Atas Gugatan Pilpres 2024 Dinilai Beri Ruang Bagi Pelanggaran

Hakim Konstitusi Saldi Isra bertanya kepada empat menteri yang bersaksi dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk memberikan keterangan dan pendalaman lebih jauh oleh hakim konstitusi dalam sidang PHPU Pilpres
Hakim Konstitusi Saldi Isra bertanya kepada empat menteri yang bersaksi dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk memberikan keterangan dan pendalaman lebih jauh oleh hakim konstitusi dalam sidang PHPU Pilpres /ADITYA PRADANA PUTRA ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menolak seluruh permohonan dari pasangan capres-cawapres nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, serta pasangan nomor urut 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, terkait sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024 yang digelar pada Senin (22/04). MK menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum secara keseluruhan.

Argumen yang dihadirkan dalam permohonan mencakup tuduhan ketidaknetralan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP, serta dugaan penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Joko Widodo yang diduga memanfaatkan APBN untuk distribusi dana bantuan sosial (bansos) guna mempengaruhi hasil pemilu.

Selain itu, terdapat juga klaim tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa yang diduga mendukung pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, untuk memenangkan pemilihan.

Meskipun demikian, tiga hakim konstitusi, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat, mengemukakan pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Putusan MK Dinilai Beri Toleransi pada Pelanggaran

Menurut Fadli Ramadhanil, peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), putusan MK ini seolah-olah memberikan toleransi terhadap pelanggaran serius dalam politisasi bansos, dengan alasan kurangnya bukti yang mendalam.

Fadli menambahkan bahwa batasan waktu pemeriksaan di MK membatasi kemampuan hakim untuk mengumpulkan bukti yang lebih konkret.

"Untuk meyakini terjadi pelanggaran bansos itu, padahal memang kondisinya proses pemeriksaan di MK kan waktunya terbatas. Makanya unsur alat bukti petunjuk dan keyakinan hakim menjadi sangat penting sebetulnya," kata Fadli kepada BBC News Indonesia.

Fadli juga menyoroti politisasi bansos yang tercermin dari pendapat berbeda tiga hakim yang menyuarakan dissenting opinion, yang di antaranya menyatakan bahwa politisasi bansos berpengaruh terhadap perolehan suara.

"Dan lagi pula MK tidak punya pakem juga sebetulnya pelanggaran pemilu yang berdampak pada perolehan hasil yang bisa dikabulkan itu semestinya seperti apa dalam putusan ini," ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat