kievskiy.org

Jokowi Teken Aturan Baru BPJS Kesehatan, Implementasi di Lapangan Masih Banyak Tantangan

Ilustrasi pelayanan BPJS Kesehatan.
Ilustrasi pelayanan BPJS Kesehatan. /Antara/Aditya Pradana Putra

PIKIRAN RAKYAT - Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang BPJS Kesehatan. Perpres ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat dengan memperluas cakupan dan meningkatkan efisiensi program jaminan kesehatan nasional. Meskipun kebijakan ini merupakan langkah maju dalam sistem kesehatan Indonesia, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan.

Salah satu masalah utama yang muncul adalah keterlambatan dalam penerbitan aturan teknis yang mengiringi Perpres tersebut. Aturan teknis ini sangat penting untuk memberikan panduan operasional bagi rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya dalam menjalankan ketentuan baru dari Perpres. Tanpa adanya panduan yang jelas, rumah sakit menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan prosedur dan sistem mereka dengan regulasi yang baru, yang bisa berdampak langsung pada pelayanan yang mereka berikan kepada pasien.

“Meskipun sebenarnya wacana ini bukanlah hal yang baru karena sudah dibahas sebelumnya. Setidaknya sudah dibicarakan pada 2020 pada saat perubahan kedua dari Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Namun ada beberapa hal yang seharusnya dipersiapkan dengan cepat, berkaitan dengan pelayanan publik,” ujar Kepala Ombudsman RI Jawa Barat Dan Satriana, ketika dihubungi pada Rabu 15 Mei 2024.

Ruang perawatan harus memenuhi kriteria

Dan mengatakan bahwa dalam perspektif penyelenggaraan pelayanan publik, Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2024 juga memuat aturan mengenai kriteria Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai acuan standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh Peserta. Setidaknya dalam peraturan tersebut dicantumkan 12 kriteria fasilitas ruang perawatan yang harus dipenuhi oleh rumah sakit secara bertahap.

Menurut Dan, penetapan standar tersebut sesuai dengan amanah Undang-undang mengenai pelayanan publik yang mewajibkan penyelenggara pelayanan publik menyusun dan menetapkan standar pelayanan. Antara lain mencakup komponen produk pelayanan sehingga memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan.

Akan tetapi, kata Dan, dalam aturan teknis sebagai penjabaran peraturan presiden tersebut perlu diatur lebih rinci mengenai dampak pemenuhan kriteria tersebut kepada peserta BPJS. Terutama potensi yang berdampak pada kenaikan iuran BPJS bagi peserta yang selama ini hanya mampu membayar iuran kelas 3. “Perlu dipastikan kelompok masyarakat yang tidak mampu tetap mempunyai akses mendapatkan pelayanan tapi memberatkan ekonomi mereka,” ucapnya.

Begitu juga sebaliknya, perlu dipertimbangkan mekanisme untuk tetap memberikan ruang bagi kelompok masyarakat tertentu untuk mendapatkan pelayanan berjenjang selama mematuhi ketentuan tentang proporsi akses dan berdasarkan asas persamaan perlakuan, keterbukaan, serta keterjangkauan masyarakat. Apalagi yang perlu diperhatikan adalah kemampuan rumah sakit yang tentunya berbeda-beda dalam memenuhi kriteria tersebut dalam tenggat waktu yang ditentukan.

“Jangan sampai tahapan pemenuhan kriteria tersebut nantinya menghambat pelayanan yang diberikan kepada peserta BPJS,” katanya.

Mekanisme iuran

Ia mengatakan bahwa perbedaan pemahaman yang terjadi di masyarakat saat ini harus segera diselesaikan. Kementerian Kesehatan perlu segera membentuk aturan teknis untuk merinci hal-hal seperti penerapan KRIS dan mekanisme iuran BPJS.

“Seharusnya peraturan teknis tidak perlu menunggu waktu yang lama, karena tadi bahwa wacana serupa sudah dibahas berbagai pihak sejak lama. Sekarang pihak-pihak terkait tinggal membahas dengan memperhatikan perkembangan diskursus dan masukan dari berbagai pihak yang kompeten,” katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat