kievskiy.org

Obat-obatan Asli Indonesia Terhambat, Menristek: 95 Persen Bahan Baku dari Impor

Ilustrasi obat-obatan.
Ilustrasi obat-obatan. //pixabay /pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan,  pemanfaatan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang berasal dari biodiversitas alam Indonesia hingga saat ini masih terhambat. Hal itu akibat persoalan dari sisi hilir. 

Salah satu hambatan di sisi hilir adalah OMAI yang tidak bisa diresepkan di program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga terdapat keterbatasan pemanfaatan oleh masyarakat. Sementara itu di sisi regulasi, terdapat Peraturan Menteri Kesehatan No 54/2018 yang membuat OMAI tidak bisa masuk Formularium Nasional di program JKN.

Terhambatnya pemanfaatan OMAI yang diproduksi industri farmasi nasional ini, diyakini membuat percepatan kemandirian bahan baku obat dalam negeri tidak tercapai dan impor bahan baku obat yang mencapai 95 persen sangat menggerus devisa negara.

 Baca Juga: Serial Animasi Bima S Tayang Kembali di RCTI, Ini Sinopsis Episode 6

“Keprihatinan kita dimulai dengan fakta 95 persen bahan baku obat itu dipenuhi dari impor yang menggerus devisa negara. Sementara dokter kita sudah terbiasa memberikan obat-obat ini kepada para pasiennya,” kata Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara kunci webinar Dialog Nasional “Pengembangan OMAI untuk Kemandirian Obat Nasional” di Jakarta, Jumat 6 November 2020.

Untuk bisa menekan impor bahan baku obat tersebut, Menristek meminta semua pihak mengampanyekan agar para dokter memiliki keberpihakan kepada OMAI. Ia menilai selama ini dokter-dokter di Indonesia belum terbiasa memberikan resep obat-obatan herbal kepada pasiennya karena sudah terlanjur nyaman menggunakan obat-obatan kimia.

Kondisi itu, menurut Bambang Brodjonegoro, justru menghambat penelitian dan pengembangan OMAI oleh industri farmasi nasional. Padahal pemerintah baru-baru ini menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia.

 Baca Juga: PT KAI Beri 10.000 Voucher Tiket KA Gratis untuk Guru dan Nakes, Simak Syaratnya

Dalam hal ini, Menteri Keuangan menjanjikan pengurangan penghasilan bruto hingga 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan, salah satunya untuk memproduksi obat-obatan herbal.

“Tetapi, kita juga harus sadar, mereka mau melakukan research and development (R&D/penelitian dan pengembangan), kalau sudah jelas pemakaian dari obat yang mereka teliti itu. Kalau dokternya tidak menggunakan OMAI dan tidak mengusulkannya masuk ke dalam daftar obat rujukan Kementerian Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), industrinya tentu belum mau melakukan R&D,” keluh Bambang Brodjonegoro.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat