kievskiy.org

Riset Nasional Hadapi Persoalan Jumlah Peneliti yang Sedikit

MENTERI Riset dan Teknologi / Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Permadi Soemantro Brodjonegoro memaparkan materinya, saat menjadi pembicara pada acara  Sidang Paripurna Majelis Senat Akademik Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (MSA–PTNBH), di Swiss- Belresort Dago Heritage, Jalan Lapangan Golf Atas, Kota Bandung, Senin, 9 Desember 2019.*
MENTERI Riset dan Teknologi / Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Permadi Soemantro Brodjonegoro memaparkan materinya, saat menjadi pembicara pada acara Sidang Paripurna Majelis Senat Akademik Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (MSA–PTNBH), di Swiss- Belresort Dago Heritage, Jalan Lapangan Golf Atas, Kota Bandung, Senin, 9 Desember 2019.* /ADE BAYU INDRA/PR

BANDUNG (PR)- Hanya 15 persen dari seluruh peneliti yang berkualifikasi S3. Sumber daya peneliti paling banyak berasal dari Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).

Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan, sumber daya menjadi salah satu masalah yang dihadapi riset nasional.

Jumlah SDM peneliti Indonesia hanya 1.071 orang per juta penduduk dengan produktivitas yang masih di angka 2 persen.

Baca Juga: Tak Raih Gelar Miss Universe, Frederika Cull Tetap Cetak Sejarah

"Jumlah peneliti harus diperbanyak. Jumlah peneliti masih sangat kecil, produktivitasnya juga masih rendah," kata Bambang saat berbicara di Sidang Paripurna Majelis Senat Akademik PTNBH di Swisbel-Resort Dago Heritage, Senin 9 Desember 2019.

Ia mengatakan, SDM peneliti mayoritas berasal dari PTNBH, disusul oleh PTN BLU (Badan Layanan Umum). Baru kemudian peneliti dari lembaga penelitian seperti BPPT, LIPI, BATAN, dan lainnya.

Dari sisi kelembagaan, Bambang mengatakan, sampai saat ini terlalu banyak lembaga riset dengan disparitas kualitas yang tinggi.

Baca Juga: Sudah Dianggap Tidak Menyejahterakan, Bidan Dituntut Lebih Kreatif

Saat ini ada 330 lembaga penelitian, termasuk yang berada di kementerian lembaga. Baru 170 lembaga penelitian yang masuk di Pusat Unggulan Inovasi (PUI) Kemenristek.

Sinergitas antar lembaga riset dan antara lembaga riset dengan industri lemah.

"PR nya adalah bagaimana memudahkan mobilitas peneliti. Bukan dalam arti pindah tetapi memudahkan kerja sama. Jadi antara LIPI, BPPT, dan kampus bisa kerja sama," kata dia.

Baca Juga: Ha Duc Chinh, Penyerang Vietnam yang Patut Diwaspadai Indonesia di Final SEA Games 2019

Dalam hal manajemen, riset Indonesia juga perlu banyak perbaikan. Sebab, menurut Bambang, riset masih disamakan dengan dengan kegiatan birokratik administratif. Sistem reward dan punishment juga belum terbangun baik.

Penelitian lintas disiplin juga masih rendah. Bambang mengatakan, hasil penelitian kerap tak cocok dengan industri lantaran pendanaan penelitian paling banyak dari pemerintah. Sementara industri hanya sedikit. Hal ini berbalik dengan pendanaan penelitian di negara maju.

"Jadi riset untuk kepentingan pribadi, institusi, bukan untuk industri," ujarnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat