Penambahan tersebut kontraproduktif dengan upaya pemerataan mutu sekolah dan sebaran pelajar.
Ketua Pengurus Pusat FSGI Muhammad Ramli Rahim menegaskan, ruh dari sistem PPDB zonasi yang diterapkan sejak 2017 adalah pemerataan, bukan menciptakan kastanisasi sekolah.
Penambahan kuota jalur prestasi menjadi 30 persen berpotensi melahirkan sekolah unggulan dan nonunggulan.
“Nadiem Makarim mengembalikan kasta-kasta sekolah, sistem zonasi sekolah mengalami kemunduran dengan adanya penambahan kuota jalur prestasi," kata Ramli di Jakarta, Kamis 12 Desember 2019.
"Penambahan kuota ini mengakibatkan cita-cita kita untuk membuat pemerataan pendidikan di seluruh sekolah di Indonesia menjadi buyar,” tambahnya.
Ia menjelaskan, kastanisasi sekolah menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Misalnya, ucap dia, jalur prestasi kerap digunakan segelintir orang untuk memanipulasi data PPDB. Hal tersebut dilakukan agar pelajar tertentu terakomodir di sekolah-sekolah tujuan.
“Kemudian masih banyak lagi masalah yang ditimbulkan oleh keberadaan kasta-kasta sekolah ini. Dan akhirnya Nadiem Makarim kembali membangun kasta-kasta tersebut dengan menaikkan porsi jalur prestasi menjadi 30 persen,” kata Ramli.
"Ke depan arah kebijakan diperlonggar, yang sebelumnya jalur prestasi persentasenya 15 persen menjadi 30 persen," katanya.
Dengan demikian, nantinya kuota penerimaan siswa lewat jalur zonasi minimum 50 persen, jalur afirmasi untuk siswa penerima Kartu Indonesia Pintar 15 persen, siswa pindahan 5 persen, dan jalur prestasi 30 persen.
"Ini merupakan kompromi antara aspirasi orang tua dan semangat pemerataan," kata Nadiem.***