kievskiy.org

Awas Potensi Pelanggaran PPDB, Peran Masyarakat dan Panitia Dibutuhkan

Muhammad Aldo (7) mengikuti kegiatan belajar mengajar seorang diri di SDN 03 Kutayu, Tonjong, Brebes, Jawa Tengah, Selasa (23/7/2019). Muhammad Aldo siswa kelas satu terpaksa dipindahkan dari SDN 02 ke SDN 03 Kutayu, karena SDN 02 pada PPDB 2019-2020 hanya memperoleh 1 siswa, sedangkan PPDB 2018-2019 tidak memperoleh siswa. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/pd.
Muhammad Aldo (7) mengikuti kegiatan belajar mengajar seorang diri di SDN 03 Kutayu, Tonjong, Brebes, Jawa Tengah, Selasa (23/7/2019). Muhammad Aldo siswa kelas satu terpaksa dipindahkan dari SDN 02 ke SDN 03 Kutayu, karena SDN 02 pada PPDB 2019-2020 hanya memperoleh 1 siswa, sedangkan PPDB 2018-2019 tidak memperoleh siswa. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/pd. /Oky Lukmansyah ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Sejumlah potensi pelanggaran perlu diantisipasi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022. Pelanggaran berpotensi terjadi ­sebelum dimulai, saat berlangsung, hingga setelah PPDB.

Ketua Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jawa Ba­rat, Iwan Hermawan menga­takan, sebelum PPDB, sering terjadi rekayasa untuk men­dekatkan domisili calon sis­wa dengan sekolah tujuan. Caranya, dengan mem­buat kartu keluarga palsu.

Selain itu, ada potensi re­ka­yasa pem­buatan sertifikat nonakademik agar calon sis­wa bisa diterima lewat jalur prestasi nonakademik.

”Hal lain yang perlu dian­tisipasi yakni rekayasa nilai rapor oleh oknum operator sekolah agar calon siswa diterima lewat jalur prestasi rapor,” ucap Iwan, Senin, 30 Mei 2022.

Baca Juga: Makin Serius Dekati Desy Ratnasari, Nassar Ternyata Sudah Kantongi Restu dari Calon Anak Sambung

Selanjutnya, masih kata Iwan, pada proses PPDB, indikasi pelanggaran berupa pe­ngubahan data, misalnya data domisili, bisa terjadi dan dilakukan oleh oknum operator sekolah. 

Komersialisasi

Menurut Iwan, pelanggar­an yang berpotensi terjadi seusai PPDB adalah ko­mer­sialisasi bangku kosong untuk calon siswa. Bangku kosong bisa tersedia karena ada sis­wa yang tidak naik kelas. Bang­ku kosong ini sah diisi berdasarkan ra­pat ke­pala se­kolah dan dewan guru.

”Namun, yang dilarang bang­ku kosong dikomersial­kan, baik oleh orang dalam sekolah maupun luar. Itu bisa puluhan juta, agar siswa baru bisa mengisi bangku kosong,” tuturnya.

Baca Juga: Satire Novel Baswedan Soal Rompi Biru KPK yang Diklaim sebagai Penangkal Tindakan Korupsi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat