kievskiy.org

Rektor se-Indonesia Tolak Kampanye Pemilu 2024 di Kampus, Khawatir Mahasiswa Terganggu

Ilustrasi Pemilu 2024.
Ilustrasi Pemilu 2024. /Pikiran Rakyat/Waitmonk

PIKIRAN RAKYAT - Pimpinan perguruan tinggi (PT) enggan memberi izin pelaksanaan kampanye di kampus jelang pemilihan umum (pemilu) 2024. Kampanye di kampus dikhawatirkan mengganggu perkuliahan dan membuat kampus dituding partisan.

"Pelaksanaan kampanye di kampus diserahkan kepada pimpinan PT masing-masing, (kalau) pimpinan mengizinkan, silakan. Namun, bagaimana kalau pasangan calon membawa massa ke kampus? Itu yang membuat tidak nyaman anak-anak yang sedang kuliah, kita sedang pikirkan, tapi, saya yakin, banyak PT yang akan menolak itu," kata Rektor Universitas Islam Bandung, Edi Setiadi, di kampus Unisba, Jalan Taman Sari, Kota Bandung, Rabu, 15 November 2023.

Pada Agustus 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan No. 65/PUU-XXI/2023 terkait kampanye. Putusan MK membuat Pasal 280 ayat (1) huruf H Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum berbunyi, “Menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”.

Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) pun sudah mengeluarkan edaran keputusan bersama. MRPTNI merekomendasikan kepada para pimpinan PTN agar tidak mengizinkan kampanye Pemilu 2024 di kampus.

Baca Juga: Profil Rosan Roeslani, Ketua Tim Kampanye Prabowo-Gibran yang Kompeten di Bidang Keuangan dan Investasi

Edi mengatakan, apabila Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengatur secara detail, dia akan mempelajarinya lebih dulu. Akan tetapi, dia keberatan dengan kemungkinan adanya massa pendukung masuk ke kampus, sehingga mengganggu ketertiban di dalam kampus dan proses belajar.

Selain itu, dia juga berupaya menjaga netralitas kampus. Oleh karena itu, bilapun akan ada kampanye, harus ada tiga capres atau tiga cawapres yang datang ke Unisba secara bersamaan.

"Saya harus menjaga netralitas kampus ini. Bahwa di Unisba ada beragam preferensi politik, saya mengerti, tapi kan secara institusi kami harus menjaga netralitas. Ya, mungkin boleh di Unisba asalkan tiga capres itu datang karena saya harus menjaga netralitas kampus. Saya tidak mau hanya satu orang, nanti Unisba dikira partisan," tuturnya.

Ditambahkannya, kampanye memang bisa menjadi sarana untuk mencerdaskan mahasiswa dalam bidang  politik. Proses itu juga bisa memberikan timbal balik kepada capres ketika ada adu argumen dengan mahasiswa.

"Supaya mahasiswa kita tambah kritis, para calon juga tidak semau-maunya membuat program yang enggak mungkin dilaksanakan. Kalau kampanye dialogis akan kita pikirkan, iya diskusi, biar saja dikuliti oleh mahasiswa. Tetapi khusus untuk Unisba, kalau paslon membawa massa kita tolak, massanya cari saja di sini, di kampus," ucap Edi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat