kievskiy.org

Keamanan Siber Serang Kelompok Rawan Literasi, Pakar: Hindari Instalasi Perbankan dalam Bentuk Apa pun

Ilustrasi keamanan siber.
Ilustrasi keamanan siber. /Pexels/Pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Kasus gangguan layanan perbankan yang melanda Bank Syariah Indonesia (BSI) sejak Senin, 8 Mei 2023, menjadi alarm keras bagi Indonesia untuk meningkatkan sistem keamanan siber. Pemerintah dan kalangan pengusaha harus lebih serius berinvestasi di ranah tersebut, karena serangan siber di era teknologi dan informasi semakin mengalir begitu deras.

Pakar Keamanan Siber Ismail Hakim menyebutkan, dibandingkan ranah lain, sistem keamanan perbankan biasanya tergolong paling canggih. Akan tetapi, secanggih apa pun sistem pertahanan siber, tetap bisa ditemukan celah yang bisa ditembus peretas untuk melancarkan aksinya.

“Mau secanggih apa pun, sebenarnya akan ada suatu saat di mana ketika penyedia layanan sedang lengah atau kurang beruntung, maka serangan bisa saja masuk,” kata CEO sekaligus Founder Cyberkarta, salah satu start-up di bidang cyber security tersebut.

Baca Juga: Warga Papua Beri Hadiah Pilot Susi Air, Susi Pudjiastuti: Kekecewaan dan Kesedihan Berganti Jadi Isak Haru

Sejak awal 2023 saja, berbagai serangan ransomware diketahui telah terjadi. Serangan siber menjadi perhatian berbagai pimpinan perusahaan dan penyedia layanan, karena diprediksi dapat merugikan ekonomi dunia hingga 10,5 triliun Dolar AS (setara dengan Rp 150 kuadriliun) pada 2025. Angka tersebut meningkat signifikan sejak 2015 dengan nilai 3 triliun Dolar AS (setara dengan Rp44 kuadriliun).

Untuk itu, tak ada cara lain yang bisa ditempuh selain memperkuat keamanan siber, untuk meminimalisasi terjadinya serangan. Minimal, bisa memperkecil dampak yang dihasilkan.

“Berbagai best practice maupun langkah-langkah sebenarnya sudah banya dibagikan, Indonesia juga sudah punya beberapa peraturan menyangkut keamanan siber, meski belum memiliki UU Pertahanan Siber. Yang terpenting adalah para pemangku kepentingan dan pimpinan perusahaan sadar terhadap bahaya serangan siber dan mau investasi secara lebih serius di sana. Apalagi, ini kan return-nya sangat panjang, semacam asuransi agar layanan siber bisa terus berjalan,” tuturnya.

Baca Juga: Covid-19 Usai, Sri Mulyani Sebut Masalah Ekonomi Global Lebih Rumit Dibanding Saat Pandemi

Selain itu, layaknya kejahatan siber yang terjadi di berbagai negara maju, Ismail juga berharap bahwa pemerintah atau pihak yang berwenang memberikan pernyataan resmi, termasuk menyangkut bagaimana jenis serangan, hingga mekanisme dan tata cara serangan yang dilancarkan para peretas. Hal ini dibutuhkan agar semakin banyak pihak yang menyadari dan meningkatkan kewaspadaan, serta melakukan pembelajaran dari serangan tersebut untuk menghindari serangan yang sama di kemudian hari.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat