kievskiy.org

Hari Kebebasan Pers pun Perjuangkan Merdeka Berekspresi

SENIMAN pantomim Wanggi Hoed beraksi di peringatan World Press Freedom Day, Selasa, 3 Mei 2016. Solidaritas Jurnalis Bandung yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Wartawan Foto Bandung (WFB), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Bandung menggelar aksi di Taman Vanda, Jalan Merdeka, Bandung.*
SENIMAN pantomim Wanggi Hoed beraksi di peringatan World Press Freedom Day, Selasa, 3 Mei 2016. Solidaritas Jurnalis Bandung yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Wartawan Foto Bandung (WFB), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Bandung menggelar aksi di Taman Vanda, Jalan Merdeka, Bandung.*

WANGGI Hoed masih mengingat jelas kejadian Minggu, 27 Maret 2016 malam. Ia harus berhadapan dengan polisi karena aksi pantomimnya.
 
Pantomim untuk memperingati Perayaan Tubuh Internasional 2016 itu dipaksa berhenti oleh polisi. Tidak sampai di situ, Wanggi kemudian dibawa ke Polsek Sumur Bandung. Ia diinterogasi seputar pertunjukannya. "Katanya tidak ada surat pemberitahuan," kata Wanggi, setelah beraksi dalam peringatan World Freedom Day (2016), Selasa, 3 Mei 2016.
 
Padahal, sudah berulang kali Wanggi atraksi pantomim. Polisi sebelumnya tidak pernah melarang aksinya. Ia kerap tampil di ruang-ruang publik di Kota Bandung. Seperti lima tahun lalu, ia tampil di Jalan Asia Afrika, di dekat Gedung Merdeka. Ia mementaskan pantomim yang bertutur tentang sejarah Bandung. Kini, di tempat yang sama, ia harus menghentikan aksinya dan menghadapi interogasi polisi.
 
Wanggi mengakui, aksi pantomimnya kerap membahas tentang isu-isu sosial. Melalui aksinya, ia mengkritisi penggusuran. Ia juga pernah mementaskan pantomim untuk mengingat kematian aktifis HAM, Munir. Tapi baginya, pertunjukan pantomim semestinya tidak dipandang sebagai unjuk rasa yang perlu pemberitahuan ke polisi. 
 
"Dengan pantomim masyarakat mendapat hiburan yang tidak didapatkan di televisi. Penonton juga mendapatkan informasi. Di ruang publik juga ada interaksi. Jadi jangan dianggap pantomim itu selalu unjuk rasa atau juga ngamen," tuturnya.
 
Pengalaman pahitnya berhadapan dengan polisi tak ayal berdampak pada psikologisnya. Ia was-was setiap kali akan tampil. "Jadi melihat-lihat kondisi dulu. Enggak sebebas dulu lagi," ujarnya.
 
Apalagi seni yang ditampilkannya begitu khas. Aksinya mudah dikenali. Ia tak bisa bersembunyi di balik tata rias pantomim yang mencolok.  
 
Hari ini, bertepatan dengan World Press Freedom Day (WPFD) 2016, Wanggi kembali tampil. WPFD tidak hanya memperjuangkan kebebasan pers, tetapi juga kebebasan setiap orang menyampaikan informasi melalui berbagai medium. Termasuk seni pantomim yang digelutinya. Melalui gerak tubuh dan ekspresi wajah, ia menuturkan kembali pengalaman pahitnya. "Agar tidak ada lagi yang mengalaminya, cukup Wanggi saja," ujarnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat