kievskiy.org

Terus Usut Kasus Suap RTH Bandung, KPK Panggil Lagi Sejumlah Saksi

Ilustrasi korupsi
Ilustrasi korupsi /pixabay pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa sejumlah saksi bagi tersangka Dadang Suganda (DS), makelar tanah dalam perkara dugaan suap pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung pada tahun 2012 dan 2013. Kali ini, seorang ibu rumah tangga bernama Anna Taniana Rahayu diperiksa penyidik dalam kasus yang ditaksir merugikan negara Rp 69 miliar itu.

Selain Anna, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan bagi seorang pihak swasta bernama A. Beny Hidayat. Dari pengadaan tanah tersebut, Dadang diperkaya sekitar Rp 30 miliar dan sebagian uang tersebut, sekitar Rp 10 miliar diberikan kepada bekas Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Edi Siswadi yang digunakan untuk menyuap hakim dalam perkara bantuan sosial di Pengadilan Negeri Bandung.

“Anna Taniana Rahayu dan seorang pihak swasta A. Beny Hidayat, yang bersangkutan dipanggil penyidik sebagai saksi bagi tersangka DS,” kata Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri, Jumat 13 Maret 2020.

Baca Juga: Majukan Jadwal Pertandingan Liga 1 2020, Robert Alberts: Tidak akan Ada Waktu Libur, Kami Harus Bersiap

Selain Dadang, KPK turut menetapkan tiga tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah bekas Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung Herry Nurhayat serta dua anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014, Tomtom Dabbul Qomar (TDQ) dan Kadar Slamet (KS).

Pengadaan RTH tersebut sebenarnya berangkat dari rencana pembangunan jangka menengah di Kota Bandung. RTH diusulkan dibangun dalam rangka menghadapi ancaman masalah ketersediaan air dan penurunan kualitas air di Kota Bandung, sehingga diperlukan pengadaan tanah untuk merealisasikan RTH tersebut.

Namun, pengadaan tanah untuk kepentingan masyarakat Bandung itu justru dikorupsi hampir setengahnya dan uang puluhan miliar mengalir pada banyak pihak. Pembelian tanah pada sejumlah pemilik tanah atau ahli waris pun dilakukan dengan nilai lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setempat.

Baca Juga: Video Klip Terbaru Coldplay Trouble in Town Gambarkan Rasisme hingga Pertikaian Politisi Lewat Karakter Antropomik

Kerugian keuangan negara yang cukup besar, yaitu sekitar Rp 69 miliar atau 60 persen dari nilai anggaran yang direalisasikan sangat merugikan keuangan daerah. Praktik korupsi makelar tanah ini juga merugikan masyarakat pemilik tanah yang tanahnya dibeli bahkan lebih murah dari NJOP.

Konstruksi perkara dalam kasus ini adalah pada tahun 2011, Dada Rosada selaku Wali Kota Bandung saat itu menetapkan lokasi pengadaan untuk RTH untuk tahun 2012 sebesar Rp 15 miliar untuk 10.000 meter persegi. Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan ada penambahan lokasi untuk pengadaan RTH.

Besar penambahan anggarannya dari yang semula Rp 15 miliar menjadi Rp 57,21 miliar untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2012. Penambahan anggara diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah.

Baca Juga: Majukan Jadwal Pertandingan Liga 1 2020, Robert Alberts: Tidak akan Ada Waktu Libur, Kami Harus Bersiap

Upaya ini diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan. Sekitar bulan September 2012, diajukan kembali penambahan anggaran dari Rp 57 miliar menjadi Rp 123, 93 miliar. Total anggaran yang telah direalisasikan adalah Rp 115,22 miliar di 7 kecamatan yang terdiri dari 210 bidang tanah. Dalam proses pengadaan ini, Pemkot Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, namun diduga menggunakan makelar, yaitu Kadar Slamet dan Dadang Suganda.

Proses pengadaan dengan perantara Dadang dilakukan melalui kedekatannya dengan mantan Sekda Kota Bandung, Edi Siswadi yang telah divonis bersalah dalam perkara suap terhadap seorang hakim terkait penanganan perkara korupsi bansos di Pemkot Bandung. Edi Siswadi pun memerintahkan Herry Nurhayat untuk membantu Dadang dalam proses pengadaan tanah tersebut.

Setelah tanah tersedia, Pemkot Bandung membayarkan Rp 43,65 miliar pada Dadang. Namun Dadang hanya memberikan Rp 13,5 miliar pada pemilik tanah, sehingga diduga Dadang diperkaya sekitar Rp 30 miliar. Sebagian dari uang tersebut, sekitar Rp 10 miliar diberikan pada Edi Siswadi yang akhirnya digunakan untuk menyuap hakim dalam perkara bansos di PN Kota Bandung.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat