kievskiy.org

Terancam Gagal Panen, Petani Rancaekek: Irigasi Tertutup Proyek Normalisasi Sungai

Petani penggarap Iyah Sariyah (45) menggarap lahan sawahnya yang mulai mengalami kekeringan akibat kekurangan pasokan air di blok Rancakeong, Desa Jelegong, Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis, 16 Juli 2020.
Petani penggarap Iyah Sariyah (45) menggarap lahan sawahnya yang mulai mengalami kekeringan akibat kekurangan pasokan air di blok Rancakeong, Desa Jelegong, Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis, 16 Juli 2020. /Pikiran-rakyat.com/ADE MAMAD

PIKIRAN RAKYAT - Petani di Blok Rancakeong, Desa Jelegong, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung mengeluhkan tertutupnya saluran irigasi ke lahan mereka akibat proyek normalisasi Sungai Cikijing.

Kondisi tersebut membuat lahan mereka mengalami kekeringan dan terancam gagal panen.

Salah seorang petani, Awo (71) mengatakan, kondisi lahan sawah garapan petani di blok Rancakeong kondisinya saat ini sangat memprihatinkan.

Baca Juga: Real Madrid vs Villarreal: Skema 'Terpait' El Real Kunci Juara La Liga 2019-2020

"Sawah kini mengering karena tidak terairi, padahal sudah masuk musim tanam," ujarnya saat ditemui Kamis, 16 Juli 2020.

Menurut Awo, kondisi tersebut terjadi sejak berjalannya proyek normalisasi Sungai Cikijing di mana bekas galiannya justru menutupi saluran irigasi. Namun hingga saat ini hal itu belum mendapat perhatian dari pihak terkait manapun.

Padahal, kata Awo, tak sedikit petani yang sudah memulai menanam padi di sawah mereka. Akibatnya, tanaman padi tersebut terancam mati kekeringan.

Baca Juga: Tim Evakuasi Temukan Kembali Jasad Korban Banjir Bandang Masamba di Bantaran Sungai Radda

Awo menambahkan, ia dan sejumlah petani sempat berupaya mendapatkan air untuk sawah mereka dengan menyedot air langsung dari Sungai Cikijing. Namun untuk melakukan hal itu, mereka harus mengeluarkan biaya tambahan yang hampir mencapai tiga kali lipat dari biaya produksi normal.

Dalam sebulan, Awo mengaku sedikitnya harus menyedot air sampai tiga kali. Dalam sekali penyedotan, ia harus merogoh kocek sekitar Rp 80.000 untuk sewa mesin, membeli bahan bakar dan juga upah tenaga.

Dalam kondisi seperti itu, Awo pesimistis bisa mendapat keuntungan pada musim tanam kali ini. Itupun jika dengan asumsi tanaman padi masih bisa diselamatkan dan panen bisa dilakukan.

Baca Juga: Usai Pasang 3 Ring di Jantung, Jeremy Teti Ungkap Suka Duka Minum Obat Pengencer Darah

"Rasanya biaya yang dikeluarkan kali ini tidak akan sesuai dengan hasil. Setiap panen paling hanya dapat 2 ton saja. Sedangkan petani penggarap kan hanya mendapat bagian setengahnya," kata Awo.

Awo berharap pemerintah bisa mendengar keluhan para petani yang terkena dampak proyek normalisasi Sungai Cikijing. Setidaknya, pemerintah melalui pelaksana proyek membuatkan saluran irigasi untuk pengairan sawah di blok Rancakeong.

Hal senada juga diungkapkan Iyah Sariyah (45). Ia menegaskan bahwa sebelum adanya proyek normalisasi Sungai Cikijing, pengairan untuk lahan garapannya dari saluran irigasi yang ada, tidak pernah mengering.

Baca Juga: Kapal Perusak AS Satroni Markas AL China, Sebut Natuna dalam Penegasan Kedaulatan Laut

"Dulu irigasi lancar dan masih bisa mengairi sawah. Sekarang mah susah setelah ada normalisasi. Sekarang sawah menjadi kering," kata Iyah.

Sama seperti Awo, Iyah pun mencoba menyelamatkan tanaman padinya dengan penyedotan air selokan. Meskipun biayanya besar, Iyah terpaksa melakukan hal itu karena saat ini hujan pun sudah mulai jarang.

"Sudah tidak ada saluran irigasi, hujan juga tidak rutin turun. Jadinya sawah kering. Makanya harus menyedot air dari selokan besar," kata Iyah.
 
Iyah sendiri mengaku kerap berdoa untuk mendapat rejeki lebih untuk membiayai penyedotan air. Sebab jika tidak memiliki uang, sawah garapannya terpaksa tidak bisa ditanami.***

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat